Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Bahan pangan atau makanan disebut busuk atau rusak jika sifat-sifatnya
telah berubah sehingga tidak dapat diterima lagi sebagai makanan. Kerusakan
pangan dapat disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu pertumbuhan dan aktivitas
mikroorganisme, kerusakan karena serangga atau hewan pengerat, aktivitas enzim
pada tanaman atau hewan, reaksi kimia nomenzimatik, kerusakan fisik misalnya
karena pembekuan, hangus, pengeringan, tekanan, dan lain-lain.
Kerusakan atau kebusukan pangan juga merupakan mutu yang subyektif,
yaitu seseorang mungkin menyatakan suatu pangan sudah busuk atau rusak,
sedangkan orang lainnya menyatakan pangan tersebut belum rusak/busuk. Orang
yang sudah biasa mengkonsumsi makanan yang agak basi mungkin tidak merasa
bahwa makanan tersebut dari segi kesehatan mungkin sudah tidak layak untuk
dikonsumsi.
Gejala keracunan sering terjadi karena seseorang mengkonsumsi makanan
yang mengandung bahan-bahan berbahaya, termasuk mikroorganisme, yang tidak
dapat dideteksi langsung dengan indera manusia. Bahan-bahan kimia berbahaya
yang terdapat pada makanan sukar diketahui secara langsung oleh orang yang akan
mengkonsumsi makanan tersebut, sehingga seringkali mengakibatkan keracunan.
Mikroorganisme berbahaya yang terdapat di dalam makanan kadang-kadang dapat
dideteksi keberadaannya di dalam makanan jika pertumbuhan mikroorganisme
tertentu menyebabkan perubahan-perubahan pada makanan, misalnya menimbulkan
bau asam, bau busuk, dan lain-lain. Akan tetapi tidak semua mikroorganisme
menimbulkan perubahan yang mudah dideteksi secara langsung oleh indera kita,
sehingga kadang-kadang juga dapat menimbulkan gelala sakit pada manusia jika
tertelan dalam jumlah sangat kecil di dalam makanan. Jumlah yang sangat kecil ini
tidak mengakibatkan perubahan pada sifat-sifat makanan.
2.2. Tanda-tanda Kerusakan Pangan
Berbagai tanda-tanda kerusakan pangan dapat dilihat tergantung dari jenis
pangannya, beberapa diantaranya misalnya:
• Perubahan kekenyalan pada produk-produk daging dan ikan,
disebabkan pemecahan struktur daging oleh berbagai bakteri.
• Pelunakan tekstur pada sayur-sayuran, terutama disebabkan oleh
Erwina carotovora, Pseudomonas marginalis, dan Sclerotinia
sclerotiorum.
• Perubahan kekentalan pada susu, santan, dan lain-lain, disebabkan
oleh penggumpalan protein dan pemisahan serum (skim).
• Pembentukan lendir pada produk-produk daging,ikan, dan sayuran,
yang antara lain disebabkan oleh pertumbuhan berbagai mikroba
seperti kamir, bakteri asam laktat (terutama oleh Lactobacillus,
misalnya L. Viredences yng membentuk lendir berwarna hijau),
Enterococcus, dan Bacillus thermosphacta. Pada sayuran pembentukan
lendir sering disebabkan oleh P. marjinalis dan Rhizoctonia sp.Pembentukan asam, umumnya disebabkan oleh berbagai bakteri
seperti Lactobacillus, Acinebacter, Bacillus, Pseudomonas, proteus,
Microrocci, Clostidium, dan enterokoki.
• Pembentukan warna hijau pada produk-produk daging, terutama
disebabkan oleh:
1. Pembentukan hidrogen peroksida (H2O2) oleh L. Viridescens, L.
fructovorans, L.jensenii, Leuconostoc, Enterococcus faecium
dan E.faecalis
2. Pembentukan hidrogen sulfida (H2S) oleh Pseudomonas
mephita, Shewanell putrefaciens, dan Lactobacillus sake.
• Pembentukan warna kuning pada produk-produk daging,
disebabkan oleh Enterococcus cassliflavus dan E. mundtii.
• Pembentukan warna hitam pada sayuran, misalnya oleh
Xanthomonas camprestis, Aspergillus niger, dan Ceratocystis
frimbiata.
• Perubahan warna pada biji-bijian dan serealia karena pertumbuhan
berbagai kapang, misalnya Penicillum sp. (biru-hijau), Aspergillus sp.
(hijau), Rhizopus sp. (hitam), dan lain-lain.
• Perubahan bau, misalnya:
1. timbulnya bau busuk oleh berbagai bakteri karena
terbentuknya amonia, H2S, Indol,dan senyawa-senyawa amin
seperti diamin kadaverin dan putresin.
2. Timbulnya bau anyir pada produk-produk ikan karena
terbentuknya trimetilamin (TMA) dan histamin.
Tanda-tanda kerusakan tersebut diatas dapat menunjukkan perkiraan secara
kasar jumlah mikroba yang terdapat di dalam bahan pangan seperti terlihat pada
gambar 1.
3. Tanda-Tanda Kerusakan pada Daging dan Produk Daging
Kebusukan akan kerusakan daging ditandai oleh terbentuknya senyawasenyawa
berbau busuk seperti amonia, H2S, indol, dan amin, yang merupakan hasil
pemecahan protein oleh mikroorganisme. Daging yang rusak memperlihatkan
perubahan organoleptik, yaitu bau, warna, kekenyalan, penampakan, dan rasa.
Diantara produk-produk metabolisme dari daging yang busuk, kadaverin dan
putresin merupakan dua senyawa diamin yang digunakan sebagai indikator
kebusukan daging.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

HIV / AIDS dan Perempuan

Di seluruh dunia, wanita kini mencapai setengah dari semua orang yang hidup dengan HIV, human immunodeficiency virus (im-myoo-no-duh-ikan-di-lihat), dan AIDS, acquired immunodeficiency syndrome. Di AS, lebih dari 25 persen dari baru infeksi pada perempuan. Wanita warna terutama dipengaruhi oleh penyakit. HIV / AIDS adalah penyebab utama kematian bagi wanita Amerika Afrika berusia 25 sampai 34.
Meskipun sebagian besar kasus yang dilaporkan awal ePIDemi adalah laki-laki, itu tidak lama sebelum AIDS pada perempuan diidentifikasi. Perempuan tertular penyakit itu terutama oleh hubungan seks dengan pria biseksual atau terInfeksi obat-menggunakan pria atau melalui berbagi jarum suntik terkontaminasi dengan pengguna narkoba suntikan terinfeksi (IDU). Proporsi kasus AIDS yang semua adalah perempuan dan gadis remaja (usia> 13 tahun) meningkat dari 8% pada tahun 1986 menjadi 26% pada tahun 2001.
Gejala pertama dari infeksi HIV sangat banyak yang sama pada pria dan wanita, meskipun mereka akan lebih terasa pada wanita. Mereka mirip dengan penyakit virus akut lain: demam, nyeri sendi, sakit otot, diare, muntah dan limfadenopati. Berat badan, sakit tenggorokan, ruam dan ulkus oral juga umum.
Wanita juga mengalami masalah terkait HIV ginekologi, banyak yang terjadi pada wanita yang tidak terinfeksi, tetapi dengan frekuensi yang kurang atau keparahan. Infeksi jamur vagina, umum dan mudah diobati pada sebagian besar wanita, seringkali sangat gigih dan sulit untuk mengobati pada perempuan terInfeksi HIV. Infeksi vagina lainnya dapat terjadi lebih sering dan lebih parah di ibu terinfeksi HIV, termasuk vaginosis bakteri dan IMS umum seperti gonore, klamidia, dan trikomoniasis.
Parah borok herpes simplex virus, yang kadang-kadang tidak responsif terhadap terapi dengan obat standar asiklovir, sangat bisa kompromi kualitas hidup wanita. Idiopatik ulkus genital, dengan tidak ada bukti infeksi organisme atau sel kanker di lesi, adalah manifestasi unik dari infeksi HIV. Infeksi HPV, yang menyebabkan kutil kelamin dan dapat menyebabkan kanker serviks, terjadi lebih sering pada perempuan terinfeksi HIV. Kondisi prakanker yang terkait dengan HPV, yang disebut displasia serviks, juga lebih umum dan lebih parah pada perempuan terinfeksi HIV dan lebih cenderung untuk kambuh setelah pengobatan. PID tampaknya lebih umum dan lebih agresif dalam perempuan terinfeksi HIV dibandingkan pada wanita yang tidak terinfeksi. Ketidakteraturan menstruasi sering dilaporkan oleh perempuan terinfeksi HIV juga.
Wanita yang infeksi HIV terdeteksi dini dan menerima pengobatan yang tepat bertahan selama pria yang terinfeksi HIV. Meskipun beberapa studi telah menunjukkan perempuan terinfeksi HIV memiliki waktu kelangsungan hidup lebih pendek dari pria, ini mungkin karena perempuan cenderung kurang dibandingkan laki-laki untuk dapat didiagnosis awal.
Dalam sebuah analisis dari beberapa penelitian yang melibatkan lebih dari 4.500 orang dengan infeksi HIV, perempuan adalah 33 persen lebih mungkin dibandingkan pria untuk mati dalam masa penelitian. Para peneliti tidak bisa definitif mengidentifikasi alasan untuk mortalitas di kalangan perempuan dalam penelitian ini, tetapi mereka berspekulasi bahwa akses miskin atau penggunaan sumber daya perawatan Kesehatan di antara perempuan terinfeksi HIV dibandingkan dengan laki-laki, kekerasan rumah tangga, tunawisma, dan kurangnya dukungan sosial mungkin telah faktor penting.
Untuk informasi yang berkaitan dengan HIV AIDS pada perempuan meminta dokter di Simplyanswer dan mengambil jasa konsultasi medis dengan dalam 24 jam.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Bakteri Vaginosis

Bakteri Vaginosis
Ibu-ibu yang sedang hamil, berhati-hatilah menjaga kebersihan organ kewanitaan Anda. Para peneliti Inggris menengarai ada satu jenis bakteri di sekitar vagina yang berbahaya bagi kesehatan kandungan. Bakteri itu menyebabkan radang vagina yang dapat mengakibatkan wanita hamil mengalami keguguran kandungan.
Riset itu dilakukan oleh Dr. Susan G. Ralph dan koleganya dari General Infirmary, Leeds, Inggris, terhadap 771 wanita. Menurut riset tersebut, risiko keguguran pada tiga bulan pertama masa kehamilan terjadi dua kali lebih besar pada wanita hamil yang terinfeksi bakteri itu, dibandingkan dengan wanita yang sehat. Hampir sepertiga (31,6 persen) dari 190 penderita bacterial vaginosis mengalami keguguran pada triwulan pertama, dibandingkan dengan 18,5 persen wanita sehat. Mayoritas keguguran terjadi pada enam pekan pertama masa kehamilan.
Ralph mengungkapkan bahwa bacterial vaginosis sejatinya tidak selalu diidap setiap wanita. Bacterial vaginosis ini baru muncul bila bakteri jinak penghuni vagina—karena alasan tertentu yang belum diketahui—digantikan oleh spesies yang dapat menyebabkan radang, gatal-gatal, dan panas di daerah yang terinfeksi. Karena itu, ia menyarankan agar ibu-ibu hamil menjaga kebersihan organ kewanitaannya, guna mencegah kehadiran bakteri pengganggu. Upayakan agar daerah di sekitar vagina dalam kondisi selalu kering. Ia tidak menyarankan pemakaian antiseptik secara berlebihan. Antiseptik hanya boleh dipakai seandainya terjadi infeksi di bibir vagina.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Peran Mikrobiologi Diagnostik


Dr T. V. RAO M.D
Kehamilan adalah suatu keadaan yang dinamis Kesehatan dan penyakit, dibagi oleh wanita hamil dan janin berkembang, perhatian ke dokter yang merawat untuk diagnosis tepat waktu dan intervensi yang diperlukan. Infeksi dengan virus, bakteri, parasit dan Jamur memang terjadi dalam setiap wanita hamil seperti wanita hamil lainnya non usia yang sama. Kebanyakan infeksi tidak serius. Tetapi beberapa infeksi lebih penting pada wanita hamil dibandingkan pada wanita hamil tidak karena potensi untuk transmisi vertikal ke janin atau bayi. Ada tumbuh kesadaran tentang HIV, HBV, CMV, Rubella dan Toksoplasmosis, pada kesempatan langka Varicella dan Listeriosis dapat merugikan janin yang sedang tumbuh. Dengan kemajuan dalam perawatan medis dan teknologi laboratorium kita lebih peduli dengan penularan HIV, dan HBV karena kami masih dapat mengganggu dengan perawatan yang tepat. Sekarang yang pasti, setiap wanita hamil membutuhkan skrining sukses untuk Rubella IgG, antigen permukaan HBV, dan antibodi HIV terpisah dari protokol yang ada untuk skrining untuk Sifilis pada semua wanita hamil dengan VDRL / RPR pengujian.
MENGAPA BAIK Mikrobiologi Klinik LAYANAN PENTING
Tidak ada tes laboratorium untuk mendiagnosa penyakit tertentu harus dilakukan atas dasar pengujian kasual tanpa mengetahui implikasi dari nilai positif dari tes. Perempuan lebih bersedia untuk menerima tes rutin ditawarkan sebagai dalam skrining untuk sifilis dengan. Situasi untuk layar untuk antibodi terhadap HIV berubah menjadi sama sekali berbeda dan membutuhkan informed consent, karena setiap wanita memiliki hak untuk menolak penyelidikan medis atau perawatan.
MEMAHAMI LAPORAN mikrobiologi dengan IMPLIKASI PADA KESEHATAN JANIN
Ada kesenjangan terbatas pemahaman antara laporan laboratorium dan dokter yang merawat, yang harus selalu dibawa turun untuk meningkatkan kualitas layanan kami.
1. Semua permintaan untuk setiap pengujian serologis atau molekul tertentu harus didasarkan pada gejala klinis (tidak Mei diperlukan sebagai HIV, HBV, CMV dan Sifilis yang bebas dari gejala dalam tahap awal.)
2. Menulis riwayat klinis yang baik pasti akan memandu mikrobiologi uji klinis untuk menggunakan protokol tepat di methods.eg laboratorium. Toksoplasmosis, CMV, Rubella untuk menentukan infeksi aktif.
INTERPRETASI HASIL RUBELA, CMV, toksoplasmosis, Varicella Infeksi.
1. Dokter harus meminta untuk IgG dalam semua kasus selain dari IgM yang hanya positif dalam infeksi baru.
2. Bukti serologis infeksi Terbaik terbaru adalah IgG serokonversi (perubahan dari tes negatif untuk menguji positif) untuk memahami semua tes serologi yang berubah menjadi negatif pada pengujian pertama, tidak mengecualikan infeksi baru. Pengujian harus diulang upto tiga minggu setelah kontak yang dicurigai, yang dapat diperpanjang sampai 6 bulan dalam kasus diagnosis Infeksi HIV munculnya antibodi.
3. Bila IgM spesifik IgG positif tanpa hasil positif yang harus interpretated dengan hati-hati. Jika Ig G serokonversi tidak terjadi hasil IgM mungkin positif palsu
4. Pertanyaan datang bagaimana terakhir adalah infeksi: dapat diperjelas dengan generasi yang lebih baru dari pengujian serologis di laboratorium terakreditasi. Para dokter harus meminta untuk tes aviditas IgG yang akan membantu mengkonfirmasi atau menyingkirkan infeksi baru. (Misalnya, Toksoplasmosis, Rubella dan CMV) Sebagai aviditas tinggi menunjukkan infeksi yang terjadi beberapa bulan sebelumnya. Interpretasi tergantung pada protokol laboratorium dan harus didiskusikan dengan ahli mikrobiologi klinis.
HIV PENYARINGAN ATAU PENGUJIAN
Masalah skrining semua wanita hamil untuk Antibodi HIV adalah masalah yang kompleks. Ini harus didiskusikan dan masalah masih dapat diselesaikan jika ditawarkan sebagai pengujian dengan motif menawarkan terapi antiretroviral bagi ibu dan baru lahir jika terinfeksi.
SKRINING untuk sifilis (VDRL DENGAN / RPR)
Sebuah uji rutin dilakukan setiap wanita hamil terlepas dari persetujuan dikaitkan dengan positif palsu biologis. Setiap tes positif harus dikonfirmasikan dengan pengujian TPHA, tes khusus untuk mendeteksi infeksi aktif. Pengujian dengan FTAbs IgG tetap merupakan pilihan terbaik sebelum diagnosis sifilis adalah dikesampingkan.
BAKTERI INFEKSI DALAM WANITA HAMIL
Banyak INFEKSI BAKTERI memiliki efek utama pada kesehatan perempuan s dengan implikasi pada baru lahir.
INFEKSI SALURAN KEMIH
Infeksi saluran kemih tetap infeksi paling umum pada setiap tahap kehamilan. Banyak hadir dengan infeksi asimtomatik, bactenuria asimtomatik yang hanya dapat diidentifikasi pada kultur urin. Ini sangat ideal untuk memesan kultur pada awal kehamilan harus diikuti upto trimester terakhir kehamilan. Bagian yang paling diabaikan dari kultur urin tetap dengan koleksi spesimen yang tepat dan sering kiri untuk seorang staf perawat berpengalaman. Para dokter yang merawat harus menginstruksikan staf bagaimana mengumpulkan aliran pertengahan dan sampel menangkap bersih. Ahli mikrobiologi yang kurang berpengalaman memberikan laporan membingungkan tetapi tidak boleh lupa untuk menentukan validitas laporan. Sebuah memotong titik? 100.000 bakteri / ml adalah kriteria minimal pada wanita hamil yang sehat dengan isolasi dari spesies tunggal misalnya E.coli, Klebsiella spesies akan memperkuat diagnosis INFEKSI SALURAN KEMIH. Hilang bakteriuria asimtomatik dapat menyebabkan persalinan prematur dan pylonephritis pada wanita hamil.
KELOMPOK-B streptokokus Infeksi
Ada kesadaran yang tumbuh di infeksi dengan Grup B Streptococcus. CDC kultur saran untuk Streptococcus grup B pada 35-37 minggu kehamilan adalah penting yang dapat membantu mencegah infeksi neonatal awal persalinan prematur khususnya. Koleksi spesimen yang tepat dari leher rahim tetap persyaratan minimal.
Gonokokus dan klamidia Infeksi
Mereka perlu teknik tertentu atau khusus untuk diagnosis yang tepat tetapi hanya memerintahkan dalam kelompok risiko tinggi perempuan karena mereka dapat menyebabkan penyakit radang panggul. Dokter harus mendiskusikan dengan ahli mikrobiologi klinis sebagai pengujian rutin tidak mungkin di laboratorium yang kurang lengkap dan tidak akan melayani tujuan
INFEKSI BAKTERI DAN vaginosis CANDIDIAL
Ada kejadian yang berkembang vaginalis Gardnernella dan infeksi Candidial. Beberapa laboratorium memiliki fasilitas yang memadai untuk karakterisasi agen etiologi. Permintaan klinis harus menentukan apa yang mereka cari.
Hari ini kita memiliki daftar pernah berkembang mikroba termasuk Varisela, Herpes simpleks, Parvovirus B19, Listeriosis dan banyak orang lain melanggar pada wanita hamil. Sebuah penyelidikan yang tepat dan manajemen dapat mengurangi hasil buruk, intervensi yang tidak perlu dan kecemasan. Kebutuhan jam dalam gradasi dari laboratorium Mikrobiologi kami untuk mengatasinya, dengan perubahan tren pada infeksi karena ada daftar terus meningkat Mikroba merugikan wanita hamil dan perkembangan janin.
PERHATIAN PADA METODE MOLEKULER
Semua metode molekuler untuk diagnosis penyakit menular dipesan dengan hati-hati. Ini sangat ideal untuk mencoba semua metode waktu diuji di laboratorium dan untuk mempertimbangkan penggunaan metode molekuler yang pada banyak kesempatan yang penelitian atau alat akademik dengan baik jumlah reaksi positif palsu.
Meskipun beberapa kemajuan dalam Teknologi Laboratorium di negara-negara berkembang, kita di India harus bergantung pada kebijaksanaan dokter kita, sebagai pasien kita tidak mampu banyak penyelidikan secara acak atau untuk kepentingan Akademik. Namun skrining antenatal yang tidak didasarkan pada kriteria diterima atau rencana aksi didefinisikan dengan baik dapat menyebabkan kecemasan yang tidak perlu dan intervensi berpotensi berbahaya. Masih kita tahu sedikit bagaimana Janin yang melindungi dan bertahan sendiri meskipun beberapa tantangan terpisah dari Infeksi.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Desinfektan

Desinfektan didefinisikan sebagai bahan kimia atau pengaruh fisika yang digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi atau pencemaran jasad renik seperti bakteri dan virus, juga untuk membunuh atau menurunkan jumlah mikroorganisme atau kuman penyakit lainnya. Sedangkan antiseptik didefinisikan sebagai bahan kimia yang dapat menghambat atau membunuh pertumbuhan jasad renik seperti bakteri, jamur dan lain-lain pada jaringan hidup. Bahan desinfektan dapat digunakan untuk proses desinfeksi tangan, lantai, ruangan, peralatan dan pakaian.
Pada dasarnya ada persamaan jenis bahan kimia yang digunakan sebagai antiseptik dan desinfektan. Tetapi tidak semua bahan desinfektan adalah bahan antiseptik karena adanya batasan dalam penggunaan antiseptik. Antiseptik tersebut harus memiliki sifat tidak merusak jaringan tubuh atau tidak bersifat keras. Terkadang penambahan bahan desinfektan juga dijadikan sebagai salah satu cara dalam proses sterilisasi, yaitu proses pembebasan kuman. Tetapi pada kenyataannya tidak semua bahan desinfektan dapat berfungsi sebagai bahan dalam proses sterilisasi.
Bahan kimia tertentu merupakan zat aktif dalam proses desinfeksi dan sangat menentukan efektivitas dan fungsi serta target mikroorganime yang akan dimatikan. Dalam proses desinfeksi sebenarnya dikenal dua cara, cara fisik (pemanasan) dan cara kimia (penambahan bahan kimia). Dalam tulisan ini hanya difokuskan kepada cara kimia, khususnya jenis-jenis bahan kimia yang digunakan serta aplikasinya.
Banyak bahan kimia yang dapat berfungsi sebagai desinfektan, tetapi umumnya dikelompokkan ke dalam golongan aldehid atau golongan pereduksi, yaitu bahan kimia yang mengandung gugus -COH; golongan alkohol, yaitu senyawa kimia yang mengandung gugus -OH; golongan halogen atau senyawa terhalogenasi, yaitu senyawa kimia golongan halogen atau yang mengandung gugus -X; golongan fenol dan fenol terhalogenasi, golongan garam amonium kuarterner, golongan pengoksidasi, dan golongan biguanida.
Telah dilakukan perbandingan koefisien fenol turunan aldehid (formalin dan glutaraldehid) dan halogen (iodium dan hipoklorit) terhadap mikroorganisme Staphylococcus aureus dan Salmonella typhi yang resisten terhadap ampisilin dengan tujuan untuk mengetahui keefektifan dari disinfektan turunan aldehid dan halogen yang dibandingkan dengan fenol dengan metode uji koefisien fenol . Fenol digunakan sebagai kontrol positif, aquadest sebagai kontrol negatif dan larutan aldehid dan halogen dalam pengenceran 1 : 100 sampai 1 : 500 dicampur dengan suspensi bakteri Staphylococcus aureus dan Salmonella typhi resisten ampisilin yang telah diinokulum, keburaman pada tabung pengenceran menandakan bakteri masih dapat tumbuh. Nilai koefisien fenol dihitung dengan cara membandingkan aktivitas suatu larutan fenol dengan pengenceran tertentu yang sedang diuji. Hasil dari uji koefisien fenol menunjukan bahwa disinfektan turunan aldehid dan halogen lebih efektif membunuh bakteri Staphylococcus aureus dengan nilai koefisien fenol 3,57 ; 5,71 ; 2,14 ; 2,14 berturut-turut untuk formalin, glutaraldehid, iodium dan hipoklorit, begitu juga dengan bakteri Salmonella typhi, disinfektan aldehid dan halogen masih lebih efektif dengan nilai koefisien fenol 1,81 ; 2,72 ; 2,27 dan 2,27 berturut-turut untuk formalin, glutaraldehid, iodium dan hipoklorit.
Disinfeksi dan antiseptik
Desinfeksi adalah membunuh mikroorganisme penyebab penyakit dengan bahan kimia atau secara fisik, hal ini dapat mengurangi kemungkinan terjadi infeksi dengan jalam membunuh mikroorganisme patogen. Disinfektan yang tidak berbahaya bagi permukaan tubuh dapat digunakan dan bahan ini dinamakan antiseptik.
Antiseptik adalah zat yang dapat menghambat atau menghancurkan mikroorganisme pada jaringan hidup, sedang desinfeksi digunakan pada benda mati. Desinfektan dapat pula digunakan sebagai antiseptik atau sebaliknya tergantung dari toksisitasnya.
Sebelum dilakukan desinfeksi, penting untuk membersihkan alat-alat tersebut dari debris organik dan bahan-bahan berminyak karena dapat menghambat proses disinfeksi.
Macam-macam desinfektan yang digunakan:

  1. Alkohol
    Etil alkohol atau propil alkohol pada air digunakan untuk mendesinfeksi kulit. Alkohol yang dicampur dengan aldehid digunakan dalam bidang kedokteran gigi unguk mendesinfeksi permukaan, namun ADA tidak menganjurkkan pemakaian alkohol untuk mendesinfeksi permukaan oleh karena cepat menguap tanpa meninggalkan efek sisa.
  2. Aldehid
    Glutaraldehid merupakan salah satu desinfektan yang populer pada kedokteran gigi, baik tunggal maupun dalam bentuk kombinasi. Aldehid merupakan desinfektan yang kuat. Glutaraldehid 2% dapat dipakai untuk mendesinfeksi alat-alat yang tidak dapat disterilkan, diulas dengan kasa steril kemudian diulas kembali dengan kasa steril yang dibasahi dengan akuades, karena glutaraldehid yang tersisa pada instrumen dapat mengiritasi kulit/mukosa, operator harus memakai masker, kacamata pelindung dan sarung tangan heavy duty. Larutan glutaraldehid 2% efektif terhadap bakteri vegetatif seperti M. tuberculosis, fungi, dan virus akan mati dalam waktu 10-20 menit, sedang spora baru alan mati setelah 10 jam.
  3. Biguanid
    Klorheksidin merupakan contoh dari biguanid yang digunakan secara luas dalam bidang kedokteran gigi sebagai antiseptik dan kontrok plak, misalnya 0,4% larutan pada detergen digunakan pada surgical scrub (Hibiscrub), 0,2% klorheksidin glukonat pada larutan air digunakan sebagai bahan antiplak (Corsodyl) dan pada konsentrasi lebih tinggi 2% digunakan sebagai desinfeksi geligi tiruan. Zat ini sangat aktif terhadap bakteri Gram(+) maupun Gram(-). Efektivitasnya pada rongga mulut terutama disebabkan oleh absorpsinya pada hidroksiapatit dan salivary mucus.
  4. Senyawa halogen. Hipoklorit dan povidon-iodin adalah zat oksidasi dan melepaskan ion halide. Walaupun murah dan efektif, zat ini dapat menyebabkan karat pada logam dan cepat diinaktifkan oleh bahan organik (misalnya Chloros, Domestos, dan Betadine).
  5. Fenol
    Larutan jernih, tidak mengiritasi kulit dan dapat digunakan untuk membersihkan alat yang terkontaminasi oleh karena tidak dapat dirusak oleh zat organik. Zat ini bersifat virusidal dan sporosidal yang lemah. Namun karena sebagian besar bakteri dapat dibunuh oleh zat ini, banyak digunakan di rumah sakit dan laboratorium.
  6. Klorsilenol
    Klorsilenol merupakan larutan yang tidak mengiritasi dan banyak digunakan sebagai antiseptik, aktifitasnya rendah terhadap banyak bakteri dan penggunaannya terbatas sebagai desinfektan (misalnya Dettol).
Desinfeksi permukaan
Disinfektan dapat membunuh mikroorganisme patogen pada benda mati. Disinfektan dibedakan menurut kemampuannya membunuh beberapa kelompok mikroorganisme, disinfektan “tingkat tinggi” dapat membunuh virus seperti virus influenza dan herpes, tetapi tidak dapat membunuh virus polio, hepatitis B atau M. tuberculosis.
Untuk mendesinfeksi permukaan dapat dipakai salah satu dari tiga desinfektan seperti iodophor, derivate fenol atau sodium hipokrit :
  • Iodophor dilarutkan menurut petunjuk pabrik. Zat ini harus dilarutkan baru setiap hari dengan akuades. Dalam bentuk larutan, desinfektan ini tetap efektif namun kurang efektif bagi kain atau bahan plastik.
  • Derivat fenol (O-fenil fenol 9% dan O-bensil-P klorofenol 1%) dilarutkan dengan perbandingan 1 : 32 dan larutan tersebut tetap stabil untuk waktu 60 hari. Keuntungannya adalah “efek tinggal” dan kurang menyebabkan perubahan warna pada instrumen atau permukaan keras.
  • Sodium hipoklorit (bahan pemutih pakaian) yang dilarutkan dengan perbandingan 1 : 10 hingga 1 : 100, harganya murah dan sangat efektif. Harus hati-hati untuk beberapa jenis logam karena bersifat korosif, terutama untuk aluminium. Kekurangannya yaitu menyebabkan pemutihan pada pakaian dan menyebabkan baru ruangan seperti kolam renang.
Untuk mendesinfeksi permukaan, umumnya dapat dipakai satu dari tiga desinfektan diatas. Tiap desinfektan tersebut memiliki efektifitas “tingkat menengah” bila permukaan tersebut dibiarkan basah untuk waktu 10 menit.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Mengapa Obat Antibiotik Harus Dihabiskan Walau Sakit Sudah "Pergi"?

Persoalan kerap muncul saat memberikan obat-obatan itu pada anak. Seringkali, kita dibuat menyerah dan tak melanjutkannya karena penolakan gigih sang anak. Padahal hal ini sungguh tak menguntungkan bagi kesehatan. Mengapa?

Dokter Robert W Steele MD, pakar kesehatan anak di St John's Regional Health Center di Springfield menyatakan, kebanyakan bakteri penyakit sederhana (radang tenggorokan, infeksi telinga, dll) menanggapi relatif cepat terhadap antibiotik. "Jadi, ketika Anda atau anak Anda mulai merasa baik setelah mengonsumsi antibiotik untuk beberapa hari, sangat sulit untuk mengingatkan diri Anda untuk menyelesaikan obat yang mungkin masih harus dikonsumsi beberapa hari kemudian," ujarnya.

Namun ia mengingatkan tiga point jika obat itu tak diselesaikan sampai habis.

Pertama, semua bakteri yang menyebabkan infeksi mungkin tidak terbunuh. Akibatnya kemudian, infeksi bisa datang kembali di tempat yang sama atau bahkan muncul di tempat lain.

Kedua, akan terjadi resistensi bakteri itu atas antibiotik. Anda harus tahu, cara terbaik untuk menyebabkan bakteri menjadi resisten terhadap antibiotik adalah dengan "memperlakukan mereka secara salah". Bakteri berkembang biak sangat cepat. Ketika mereka berkembang biak, kesalahan acak terjadi di DNA mereka yang dapat membuat mereka resisten terhadap antibiotik. Cara terbaik untuk menjaga hal ini tak terjadi pada anak Anda ketika dia mengalami infeksi adalah untuk memberikan semua dosis tepat waktu. "Hal ini akan membunuh bakteri dengan cepat dan efisien. Ketika bakteri undertreated, beberapa dari mereka mungkin memiliki cukup waktu untuk memiliki kesalahan-kesalahan ini terjadi di DNA mereka," ujarnya.

Ketiga, membuat bakteri makin tangguh. Beberapa bakteri dapat membuat sistem kekebalan tubuh melakukan hal-hal yang tidak seharusnya. Sebuah contoh klasik dari hal ini adalah ketika radang tenggorokan menyebabkan demam rematik. Penyebab penyakit ini tidak sepenuhnya dipahami, namun diperkirakan bahwa ada bagian dari tubuh yang memiliki komponen yang secara kimiawi mirip dengan kuman yang menyebabkan radang tenggorokan, Grup A Streptococcus bakteri. Jadi, ketika sistem kekebalan mulai melawan bakteri ini, itu membingungkan tubuh (khususnya bagian-bagian tertentu dari otak, sendi, ginjal, dan jantung) dengan bakteri yang menyebabkan kerusakan pada bagian-bagian tubuh. Butuh beberapa saat untuk proses ini terjadi, sehingga adalah umum untuk gejala demam rematik akut muncul pada hari-hari setelah infeksi tenggorokan. Namun, hampir tidak pernah terjadi ketika radang tenggorokan awal benar-benar diobati dengan antibiotik.

Khusus radang tenggorokan, Steele menceritakan hal yang disebutnya "lucu", yaitu bahwa tubuh akan membunuh semua bakteri itu sendiri tanpa antibiotik. Antibiotik  hanya membunuh mereka lebih cepat yang penting untuk menjaga demam rematik terjadi. Jika semua obat tidak dihabiskan, maka risikonya adalah terkena demam rematik yang lebih tinggi.

Bagaimana mengantisipasi hal ini? Steele memberi beberapa catatan:


* Banyak infeksi dapat diobati dengan salah satu dari beberapa obat. Tanyakan kepada dokter Anda jika ia bisa memberi sesuatu yang hanya dikonsumsi sekali atau dua kali per hari. dosis lebih sedikit membantu untuk tidak terlewatkan waktu minum obat.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

mekanisme antibiotik

Kemampuan suatu terapi antimikrobial sangat bergantung kepada obat, pejamu, dan agen penginfeksi.[1] Namun dalam keadaan klinik hal ini sangat sulit untuk diprediksi mengingat kompleksnya interaksi yang terjadi di antara ketiganya.[2] Namun pemilihan obat yang sesuai dengan dosis yang sepadan sangat berperan dalam menentukan keberhasilan terapi dan menghindari timbulnya resistansi agen penginfeksi.[3]
Antibiotik adalah segolongan senyawa, baik alami maupun sintetik, yang mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri.[4] Literatur lain mendefinisikan antibiotik sebagai substansi yang bahkan di dalam konsentrasi rendah dapat menghambat pertumbuhan dan reproduksi bakteri dan fungi.[5] Berdasarkan sifatnya (daya hancurnya) antibiotik dibagi menjadi dua:
1.   Antibiotik yang bersifat bakterisidal, yaitu antibiotik yang bersifat destruktif terhadap bakteri.
2.   Antibiotik yang bersifat bakteriostatik, yaitu antibiotik yang bekerja menghambat pertumbuhan atau multiplikasi bakteri.
Cara yang ditempuh oleh antibiotik dalam menekan bakteri dapat bermacam-macam, namun dengan tujuan yang sama yaitu untuk menghambat perkembangan bakteri. Oleh karena itu mekanisme kerja antibiotik dalam menghambat proses biokimia di dalam organisme dapat dijadikan dasar untuk mengklasifikasikan antibiotik sebagai berikut:[6]
1.      Antibiotik yang menghambat sintesis dinding sel bakteri. Yang termasuk ke dalam golongan ini adalah Beta-laktam, Penicillin, Polypeptida, Cephalosporin, Ampicillin, Oxasilin.
a)      Beta-laktam menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara berikatan pada enzim DD-transpeptidase yang memperantarai dinding peptidoglikan bakteri, sehingga dengan demikian akan melemahkan dinding sel bakteri Hal ini mengakibatkan sitolisis karena ketidakseimbangan tekanan osmotis, serta pengaktifan hidrolase dan autolysins yang mencerna dinding peptidoglikan yang sudah terbentuk sebelumnya. Namun Beta-laktam (dan Penicillin) hanya efektif terhadap bakteri gram positif, sebab keberadaan membran terluar (outer membran) yang terdapat pada bakteri gram negatif membuatnya tak mampu menembus dinding peptidoglikan.[7]
b)      Penicillin meliputi natural Penicillin, Penicillin G dan Penicillin V, merupakan antibiotik bakterisidal yang menghambat sintesis dinding sel dan digunakan untuk penyakit-penyakit seperti sifilis, listeria, atau alergi bakteri gram positif/Staphilococcus/Streptococcus. Namun karena Penicillin merupakan jenis antibiotik pertama sehingga paling lama digunakan telah membawa dampak resistansi bakteri terhadap antibiotik ini. Namun demikian Penicillin tetap digunakan selain karena harganya yang murah juga produksinya yang mudah.
c)      Polypeptida meliputi Bacitracin, Polymixin B dan Vancomycin. Ketiganya bersifat bakterisidal. Bacitracin dan Vancomycin sama-sama menghambat sintesis dinding sel. Bacitracin digunakan untuk bakteri gram positif, sedangkan Vancomycin digunakan untuk bakteri Staphilococcus dan Streptococcus. Adapun Polymixin B digunakan untuk bakteri gram negatif.
d)     Cephalosporin (masih segolongan dengan Beta-laktam) memiliki mekanisme kerja yang hampir sama yaitu dengan menghambat sintesis peptidoglikan dinding sel bakteri. Normalnya sintesis dinding sel ini diperantarai oleh PBP (Penicillin Binding Protein) yang akan berikatan dengan D-alanin-D-alanin, terutama untuk membentuk jembatan peptidoglikan. Namun keberadaan antibiotik akan membuat PBP berikatan dengannya sehingga sintesis dinding peptidoglikan menjadi terhambat.[8]
e)      Ampicillin memiliki mekanisme yang sama dalam penghancuran dinding peptidoglikan, hanya saja Ampicillin mampu berpenetrasi kepada bakteri gram positif dan gram negatif. Hal ini disebabkan keberadaan gugus amino pada Ampicillin, sehingga membuatnya mampu menembus membran terluar (outer membran) pada bakteri gram negatif.[9]
f)       Penicillin jenis lain, seperti Methicillin dan Oxacillin, merupakan antibiotik bakterisidal yang digunakan untuk menghambat sintesis dinding sel bakteri. Penggunaan Methicillin dan Oxacillin biasanya untuk bakteri gram positif yang telah membentuk kekebalan (resistansi) terhadap antibiotik dari golongan Beta-laktam.
g)      Antibiotik jenis inhibitor sintesis dinding sel lain memiliki spektrum sasaran yang lebih luas, yaitu Carbapenems, Imipenem, Meropenem. Ketiganya bersifat bakterisidal.
2.      Antibiotik yang menghambat transkripsi dan replikasi. Yang termasuk ke dalam golongan ini adalah Quinolone, Rifampicin, Actinomycin D, Nalidixic acid, Lincosamides, Metronidazole.
a)      Quinolone merupakan antibiotik bakterisidal yang menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara masuk melalui porins dan menyerang DNA girase dan topoisomerase sehingga dengan demikian akan menghambat replikasi dan transkripsi DNA.[10] Quinolone lazim digunakan untuk infeksi traktus urinarius.
b)      Rifampicin (Rifampin) merupakan antibiotik bakterisidal yang bekerja dengan cara berikatan dengan β-subunit dari RNA polymerase sehingga menghambat transkripsi RNA dan pada akhirnya sintesis protein.[11] Rifampicin umumnya menyerang bakteri spesies Mycobacterum.
c)      Nalidixic acid merupakan antibiotik bakterisidal yang memiliki mekanisme kerja yang sama dengan Quinolone, namun Nalidixic acid banyak digunakan untuk penyakit demam tipus.
d)     Lincosamides merupakan antibiotik yang berikatan pada subunit 50S  dan banyak digunakan untuk bakteri gram positif, anaeroba Pseudomemranous colitis. Contoh dari golongan Lincosamides adalah Clindamycin.
e)      Metronidazole merupakan antibiotik bakterisidal diaktifkan oleh anaeroba dan berefek menghambat sintesis DNA.
3.      Antibiotik yang menghambat sintesis protein. Yang termasuk ke dalam golongan ini adalah Macrolide, Aminoglycoside, Tetracycline, Chloramphenicol, Kanamycin, Oxytetracycline.
a)      Macrolide, meliputi Erythromycin dan Azithromycin, menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara berikatan pada subunit 50S ribosom, sehingga dengan demikian akan menghambat translokasi peptidil tRNA yang diperlukan untuk sintesis protein. Peristiwa ini bersifat bakteriostatis, namun dalam konsentrasi tinggi hal ini dapat bersifat bakteriosidal. Macrolide biasanya menumpuk pada leukosit dan akan dihantarkan ke tempat terjadinya infeksi.[12] Macrolide biasanya digunakan untuk Diphteria, Legionella mycoplasma, dan Haemophilus.
b)      Aminoglycoside meliputi Streptomycin, Neomycin, dan Gentamycin, merupakan antibiotik bakterisidal yang berikatan dengan subunit 30S/50S sehingga menghambat sintesis protein. Namun antibiotik jenis ini hanya berpengaruh terhadap bakteri gram negatif.
c)      Tetracycline merupakan antibiotik bakteriostatis yang berikatan dengan subunit ribosomal 16S-30S dan mencegah pengikatan aminoasil-tRNA dari situs A pada ribosom, sehingga dengan demikian akan menghambat translasi protein.[13] Namun antibiotik jenis ini memiliki efek samping yaitu menyebabkan gigi menjadi berwarna dan dampaknya terhadap ginjal dan hati.
d)     Chloramphenicol merupakan antibiotik bakteriostatis yang menghambat sintesis protein dan biasanya digunakan pada penyakit akibat kuman Salmonella.
4.      Antibiotik yang menghambat fungsi membran sel. Contohnya antara lain Ionimycin dan Valinomycin. Ionomycin bekerja dengan meningkatkan kadar kalsium intrasel sehingga mengganggu kesetimbangan osmosis dan menyebabkan kebocoran sel.[14]
5.      Antibiotik yang menghambat bersifat antimetabolit. Yang termasuk ke dalam golongan ini adalah Sulfa atau Sulfonamide, Trimetophrim, Azaserine.
a)      Pada bakteri, Sulfonamide bekerja dengan bertindak sebagai inhibitor kompetitif terhadap enzim dihidropteroate sintetase (DHPS).[15] Dengan dihambatnya enzim DHPS ini menyebabkan tidak terbentuknya asam tetrahidrofolat bagi bakteri.[16] Tetrahidrofolat merupakan bentuk aktif asam folat[17], di mana fungsinya adalah untuk berbagai peran biologis di antaranya dalam produksi dan pemeliharaan sel serta sintesis DNA dan protein.[18] Biasanya Sulfonamide digunakan untuk penyakit Neiserria meningitis.
b)      Trimetophrim juga menghambat pembentukan DNA dan protein melalui penghambatan metabolisme, hanya mekanismenya berbeda dari Sulfonamide. Trimetophrim akan menghambat enzim dihidrofolate reduktase yang seyogyanya dibutuhkan untuk mengubah dihidrofolat (DHF) menjadi tetrahidrofolat (THF).
c)      Azaserine (O-diazo-asetyl-I-serine) merupakan antibiotik yang dikenal sebagai purin-antagonis dan analog-glutamin. Azaserin mengganggu jalannya metabolisme bakteri dengan cara berikatan dengan situs yang berhubungan sintesis glutamin, sehingga mengganggu pembentukan glutamin yang merupakan salah satu asam amino dalam protein.[19]
Yang perlu diperhatikan dalam pemberian antibiotik adalah dosis serta jenis antibiotik yang diberikan haruslah tepat. Jika antibiotik diberikan dalam jenis yang kurang efektif atau dosis yang tanggung maka yang terjadi adalah bakteri tidak akan mati melainkan mengalami mutasi atau membentuk kekebalan terhadap antibiotik tersebut.
Daftar Pustaka

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Tentang Antibiotik


Antibiotik termasuk jenis obat yang cukup sering diresepkan dalam pengobatan modern. Antibiotik adalah zat yang membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri.

Sebelum penemuan antibiotik yang pertama, penisilin, pada tahun 1928, jutaan orang di seluruh dunia tak terselamatkan jiwanya karena infeksi-infeksi yang saat ini mudah diobati.

Ketika influenza mewabah pada tahun 1918, diperkirakan 30 juta orang meninggal, lebih banyak daripada yang terbunuh pada Perang Dunia I.

Pencarian antibiotik telah dimulai sejak penghujung abad ke 18 seiring dengan meningkatnya pemahaman teori kuman penyakit, suatu teori yang berhubungan dengan bakteri dan mikroba yang menyebabkan penyakit.

Saat itu para ilmuwan mulai mencari obat yang dapat membunuh bakteri penyebab sakit. Tujuan dari penelitian tersebut yaitu untuk menemukan apa yang disebut "peluru ajaib", yaitu obat yang dapat membidik/menghancurkan mikroba tanpa menimbulkan keracunan.


Penemuan Penisilin

Pada permulaan tahun 1920, ilmuwan Inggris Alexander Fleming melaporkan bahwa suatu produk dalam airmata manusia dapat melisiskan (menghancurkan) sel bakteri. Zat ini disebut lysozyme, yang merupakan contoh pertama antibakteri yang ditemukan pada manusia.

Seperti pyocyanase, lysozyme juga menemukan jalan buntu dalam usaha pencarian antibiotik yang efektif, karena sifatnya yang merusak sel-sel bakteri non-patogen.

Namun pada tahun 1928 Fleming secara kebetulan menemukan antibakteri lain. Sekembali liburan akhir pekan, Fleming memperhatikan satu set cawan petri lama yang ia tinggalkan. Ia menemukan bahwa koloni Staphylococcus aureus yang ia goreskan pada cawan petri tersebut telah lisis.

Lisis sel bakteri terjadi pada daerah yang berdekatan dengan cendawan pencemar yang tumbuh pada cawan petri. Ia menghipotesa bahwa suatu produk dari cendawan tersebut menyebabkan lisis sel stafilokokus. Produk tersebut kemudian dinamai penisilin karena cendawan pencemar tersebut dikenali sebagai Penicillium notatum.

Walaupun secara umum Fleming menerima pujian karena menemukan penisilin, namun pada kenyataannya secara tehnik Fleming "menemukan kembali" zat tersebut.

Semula Ernest Duchesne, seorang mahasiswa kedokteran Perancis, yang menemukan sifat-sifat penisilium pada tahun 1896, namun gagal dalam melaporkan hubungan antara cendawan dan zat yang memiliki sifat-sifat antibakteri, sehingga Penisilium dilupakan dalam komunitas ilmiah sampai penemuan kembali oleh Fleming.

Jenis Antibiotik
Meskipun ada lebih dari 100 macam antibiotik, namun umumnya mereka berasal dari beberapa jenis antibiotik saja, sehingga mudah untuk dikelompokkan. Ada banyak cara untuk menggolongkan antibiotik, salah satunya berdasarkan struktur kimianya. Berdasarkan struktur kimianya, antibiotik dikelompokkan sebagai berikut:

a. Golongan Aminoglikosida
Diantaranya amikasin, dibekasin, gentamisin, kanamisin, neomisin, netilmisin, paromomisin, sisomisin, streptomisin, tobramisin.

b. Golongan Beta-Laktam
Diantaranya golongan karbapenem (ertapenem, imipenem, meropenem), golongan sefalosporin (sefaleksin, sefazolin, sefuroksim, sefadroksil, seftazidim), golongan beta-laktam monosiklik, dan golongan penisilin (penisilin, amoksisilin).

c. Golongan Glikopeptida
Diantaranya vankomisin, teikoplanin, ramoplanin dan dekaplanin.

d. Golongan Poliketida
Diantaranya golongan makrolida (eritromisin, azitromisin, klaritromisin, roksitromisin), golongan ketolida (telitromisin), golongan tetrasiklin (doksisiklin, oksitetrasiklin, klortetrasiklin).

e. Golongan Polimiksin
Diantaranya polimiksin dan kolistin.

f. Golongan Kinolon (fluorokinolon)
Diantaranya asam nalidiksat, siprofloksasin, ofloksasin, norfloksasin, levofloksasin, dan trovafloksasin.

g. Golongan Streptogramin
Diantaranya pristinamycin, virginiamycin, mikamycin, dan kinupristin-dalfopristin.

h. Golongan Oksazolidinon
Diantaranya linezolid dan AZD2563.

i. Golongan Sulfonamida
Diantaranya kotrimoksazol dan trimetoprim.

j. Antibiotika lain yang penting, seperti kloramfenikol, klindamisin dan asam fusidat.

Berdasarkan mekanisme aksinya, yaitu mekanisme bagaimana antibiotik secara selektif meracuni sel bakteri, antibiotik dikelompokkan sebagai berikut:

  1. Mengganggu sintesa dinding sel, seperti penisilin, sefalosporin, imipenem, vankomisin, basitrasin.
  2. Mengganggu sintesa protein bakteri, seperti klindamisin, linkomisin, kloramfenikol, makrolida, tetrasiklin, gentamisin.
  3. Menghambat sintesa folat, seperti sulfonamida dan trimetoprim.
  4. Mengganggu sintesa DNA, seperti metronidasol, kinolon, novobiosin.
  5. Mengganggu sintesa RNA, seperti rifampisin.
  6. Mengganggu fungsi membran sel, seperti polimiksin B, gramisidin.

Antibiotik dapat pula digolongkan berdasarkan organisme yang dilawan dan jenis infeksi. Berdasarkan keefektifannya dalam melawan jenis bakteri, dapat dibedakan antibiotik yang membidik bakteri gram positif atau gram negatif saja, dan antibiotik yang berspektrum luas, yaitu yang dapat membidik bakteri gram positif dan negatif.

Sebagian besar antibiotik mempunyai dua nama, nama dagang yang diciptakan oleh pabrik obat, dan nama generik yang berdasarkan struktur kimia antibiotik atau golongan kimianya. Contoh nama dagang dari amoksilin, sefaleksin, siprofloksasin, kotrimoksazol, tetrasiklin dan doksisiklin, berturut-turut adalah Amoxan, Keflex, Cipro, Bactrim, Sumycin, dan Vibramycin.

Setiap antibiotik hanya efektif untuk jenis infeksi tertentu. Misalnya untuk pasien yang didiagnosa menderita radang paru-paru, maka dipilih antibiotik yang dapat membunuh bakteri penyebab radang paru-paru ini. Keefektifan masing-masing antibiotik bervariasi tergantung pada lokasi infeksi dan kemampuan antibiotik mencapai lokasi tersebut.

Antibiotik oral adalah cara yang paling mudah dan efektif, dibandingkan dengan antibiotik intravena (suntikan melalui pembuluh darah) yang biasanya diberikan untuk kasus yang lebih serius. Beberapa antibiotik juga dipakai secara topikal seperti dalam bentuk salep, krim, tetes mata, dan tetes telinga.

Penentuan jenis bakteri patogen ditentukan dengan pemeriksaan laboratorium. Tehnik khusus seperti pewarnaan gram cukup membantu mempersempit jenis bakteri penyebab infeksi. Spesies bakteri tertentu akan berwarna dengan pewarnaan gram, sementara bakteri lainnya tidak.

Tehnik kultur bakteri juga dapat dilakukan, dengan cara mengambil bakteri dari infeksi pasien dan kemudian dibiarkan tumbuh. Dari cara bakteri ini tumbuh dan penampakannya dapat membantu mengidentifikasi spesies bakteri. Dengan kultur bakteri, sensitivitas antibiotik juga dapat diuji.

Penting bagi pasien atau keluarganya untuk mempelajari pemakaian antibiotik yang benar, seperti aturan dan jangka waktu pemakaian. Aturan pakai mencakup dosis obat, jarak waktu antar pemakaian, kondisi lambung (berisi atau kosong) dan interaksi dengan makanan dan obat lain.

Pemakaian yang kurang tepat akan mempengaruhi penyerapannya, yang pada akhirnya akan mengurangi atau menghilangkan keefektifannya.

Bila pemakaian antibiotik dibarengi dengan obat lain, yang perlu diperhatikan adalah interaksi obat, baik dengan obat bebas maupun obat yang diresepkan dokter. Sebagai contoh, Biaxin (klaritromisin, antibiotik) seharusnya tidak dipakai bersama-sama dengan Theo-Dur (teofilin, obat asma).

Berikan informasi kepada dokter dan apoteker tentang semua obat-obatan yang sedang dipakai sewaktu menerima pengobatan dengan antibiotik.

Jangka waktu pemakaian antibiotik adalah satu periode yang ditetapkan dokter. Sekalipun sudah merasa sembuh sebelum antibiotik yang diberikan habis, pemakaian antibiotik seharusnya dituntaskan dalam satu periode pengobatan.

Bila pemakaian antibiotik terhenti di tengah jalan, maka mungkin tidak seluruh bakteri mati, sehingga menyebabkan bakteri menjadi resisten terhadap antibiotik tersebut. Hal ini dapat menimbulkan masalah serius bila bakteri yang resisten berkembang sehingga menyebabkan infeksi ulang.

Efek Samping
Disamping banyaknya manfaat yang dapat diperoleh dalam pengobatan infeksi, antibiotik juga memiliki efek samping pemakaian, walaupun pasien tidak selalu mengalami efek samping ini. Efek samping yang umum terjadi adalah sakit kepala ringan, diare ringan, dan mual.

Dokter perlu diberitahu bila terjadi efek samping seperti muntah, diare hebat dan kejang perut, reaksi alergi (seperti sesak nafas, gatal dan bilur merah pada kulit, pembengkakan pada bibir, muka atau lidah, hilang kesadaran), bercak putih pada lidah, dan gatal dan bilur merah pada vagina.

Resistensi Antibiotik
Salah satu perhatian terdepan dalam pengobatan modern adalah terjadinya resistensi antibiotik. Bakteri dapat mengembangkan resistensi terhadap antibiotik, misalnya bakteri yang awalnya sensitif terhadap antibiotik, kemudian menjadi resisten.

Resistensi ini menghasilkan perubahan bentuk pada gen bakteri yang disebabkan oleh dua proses genetik dalam bakteri:
  1. Mutasi dan seleksi (atau evolusi vertikal)
    Evolusi vertikal didorong oleh prinsip seleksi alam. Mutasi spontan pada kromosom bakteri memberikan resistensi terhadap satu populasi bakteri. Pada lingkungan tertentu antibiotika yang tidak termutasi (non-mutan) mati, sedangkan antibiotika yang termutasi (mutan) menjadi resisten yang kemudian tumbuh dan berkembang biak.
  2. Perubahan gen antar strain dan spesies (atau evolusi horisontal)
    Evolusi horisontal yaitu pengambil-alihan gen resistensi dari organisme lain. Contohnya, streptomises mempunyai gen resistensi terhadap streptomisin (antibiotik yang dihasilkannya sendiri), tetapi kemudian gen ini lepas dan masuk ke dalam E. coli atau Shigella sp.

Beberapa bakteri mengembangkan resistensi genetik melalui proses mutasi dan seleksi, kemudian memberikan gen ini kepada beberapa bakteri lain melalui salah satu proses untuk perubahan genetik yang ada pada bakteri.

Ketika bakteri yang menyebabkan infeksi menunjukkan resistensi terhadap antibiotik yang sebelumnya sensitif, maka perlu ditemukan antibiotik lain sebagai gantinya. Sekarang penisilin alami menjadi tidak efektif melawan bakteri stafilokokus dan harus diganti dengan antibiotik lain.

Tetrasiklin, yang pernah dijuluki sebagai "obat ajaib", kini menjadi kurang bermanfaat untuk berbagai infeksi, mengingat penggunaannya yang luas dan kurang terkontrol selama beberapa dasawarsa terakhir.

Keberadaan bakteri yang resisten antibiotik akan berbahaya bila antibiotik menjadi tidak efektif lagi dalam melawan infeksi-infeksi yang mengancam jiwa.

Hal ini dapat menimbulkan masalah untuk segera menemukan antibiotik baru untuk melawan penyakit-penyakit lama (karena strain resisten dari bakteri telah muncul), bersamaan dengan usaha menemukan antibiotik baru untuk melawan penyakit-penyakit baru.

Berkembangnya bakteri yang resisten antibiotik disebabkan oleh beberapa hal. Salah satunya adalah penggunaan antibiotik yang berlebihan. Ini mencakup seringnya antibiotik diresepkan untuk pasien demam biasa atau flu.

Meskipun antibiotik tidak efektif melawan virus, banyak pasien berharap mendapatkan resep mengandung antibiotik ketika mengunjungi dokter.

Setiap orang dapat membantu mengurangi perkembangan bakteri yang resisten antibiotik dengan cara tidak meminta antibiotik untuk demam biasa atau flu.

Penulis: Dr. Silvia Surini, Staf Pengajar Departemen Farmasi FMIPA-UI dan Anggota ISTECS chapter Jepang dengan judul asli "Antibiotik, Si Peluru Ajaib"

Sumber:
www.beritaiptek.com/zberita-beritaiptek-2006-01-10-Antibiotik,-Si-Peluru-Ajaib-(Bagian-Pertama).shtml - 30k –
www.beritaiptek.com/zberita-beritaiptek-2006-01-12-Antibiotik,-Si-Peluru-Ajaib-(Bagian-Kedua).shtml - 28k -

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

flagellata

Flagellata atau Mastigophora dalam taksonomi kuno merupakan salah satu kelas dalam filum protozoa atau protista yang mirip hewan, namun dalam taksonomi modern menjadi superkelas yang dibagi menjadi dua kelas: Phytomastigophorea dan Zoomastigophorea. Alat gerak Flagellata adalah flagellum atau cambuk getar, yang juga merupakan ciri khasnya, sehingga namanya disebut Flagellata (flagellum = cambuk). Flagellata juga memiliki alat pernapasan yang disebut stigma. Stigma ini berfungsi sebagai alat respirasi yang dilakukan untuk pembakaran hidrogen yang terkandung di dalam kornel.
Beberapa jenis Flagellata bersifat parasit dan merugikan, contohnya genus Trypanosoma dan genus Trichomonas. Trypanosoma gambiense dan Trypanosoma rhodesiense merupakan parasit pada darah manusia dan dapat menyebabkan penyakit tidur yang mematikan. Di Afrika, penularan dilakukan melalui lalat Tse-tse (Glosina palpalis).

 

Tentang Flagellata (Filum Mastigophora)

Flagellata ini bergerak dengan bantuan satu atau lebih flagela. Bentuk flagela seperti cambuk. Letaknya berada pada ujung anterior tubuhnya. Selain berfungsi sebagai alat gerak, flagela juga dapat digunakan untuk mengetahui keadaan lingkungannya.
Dilihat dari bentuknya, Flagellata dikelompokkan menjadi dua, yaitu
berbentuk seperti tumbuhan, dinamakan fitoflagelata yang mengandung
klorofil dan bersifat fotosintetik
, contohnya Euglena.  Adapun yang berbentuk seperti hewan disebut zooflagelata, tidak mempunyai klorofil dan bersifat heterotrof,  contoh zooflagelata:  Trypanosoma.
Berikut ini penjelasan  tentang Jenis-jenis dan peranan Flagellata

  1. Peranan Flagellata

Trichonympha dan Myxotricha

Trichonympha dan Myxotricha hidup di dalam usus rayap yang membantu rayap untuk mencerna kayu karena dapat mengeluarkan enzim selulosa. Enzim
ini membuat partikel kayu tersebut menjadi lebih lunak.

Trypanosoma gambiense

Trypanosoma gambiense penyebab penyakit tidur.  Penyakit ini pernah menyerang orang Afrika bagian barat dengan gejala awal si penderita suka tidur dan dikenal dengan penyakit tidur. Trypanosoma gambiense hidup di dalam kelenjar ludah lalat Tsetse (Glossina palpalis). Pada saat menusuk kelenjar yang mengandung parasit tersebut masuk ke dalam darah manusia yang menyerang getah bening (kelenjar limfa) dan akibatnya kelenjar limfa si penderita membengkak/membesar dan terasa nyeri disertai demam tinggi
Gambar Lalat Tsetse Gambar: Lalat tsetse

Trichomonas vaginalis

Trichomonas vaginalis menimbulkan satu tipe penyakit vaginitis, yaitu merupakan peradangan pada vagina yang ditandai dengan
keluarnya cairan dan disertai rasa panas seperti terbakar dan rasa gatal.

Giardia lamblia

Giardia Lmblia merupakan satu-satunya Protozoa usus yang menimbulkan penyakit
disentri/diare dan kejang-kejang di bagian perut. Protozoa ini ditemukan
dalam duodenum/usus dua belas jari

Leishmania donovani

Leishmania donavani menimbulkan penyakit pada anjing dan dapat ditularkan pada manusia. Penyakit ini menyebabkan perbesaran limpa, hati,
kelenjar limfa, anemia sehingga dapat menimbulkan kematian. Inang perantaranya sejenis lalat pasir (Phlebotomus).

 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Pentingnya Imunisasi pada Orang Dewasa


Dalam mencapai Indonesia sehat di tahun 2010, upaya pencegahan penyakit termasuk imunisasi merupakan upaya penting. Manfaat imunisasi pada anak telah diyakini dapat mencegah penularan berbagai penyakit infeksi. Pemerintah telah melaksanakan program imunisasi anak di tingkat pelayanan primer. Namun demikian manfaat imunisasi pada orang dewasa belum sepenuhnya diyakini petugas kesehatan apalagi orang awam.

Padahal American Society of Internal Medicine dalam pertemuan tahunannya di Atlanta, Amerika Serikat menegaskan kembali bahwa imunisasi pada orang dewasa dapat mencegah kematian seratus kali lipat akibat penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin dibandingkan dengan anak. Jadi terdapat peluang besar untuk mencegah kematian orang dewasa melalui imunisasi. Upaya menggiatkan imunisasi dewasa perlu dimulai dengan meningkatkan kepedulian dan pemahaman petugas kesehatan terhadap pentingnya pencegahan.

Tujuan

Tujuan imunisasi atau vaksinasi adalah meningkatkan derajat imunitas, memberikan proteksi imun dengan menginduksi respons memori terhadap patogen/toksin tertentu dengan menggunakan preparat antigen (zat asing) non-virulen/non-toksik. Antibodi (zat kekebalan) yang diproduksi imunisasi harus efektif terutama terhadap mikroba (kuman) ekstraselular dan produknya. Antibodi akan mencegah efek merusak sel dengan menetralisasi toksin kuman (dipthteria, clostridium). Antibodi jenis IgA berperan pada permukaan mukosa, mencegah virus/bakteri menempel pada mukosa (efek polio oral). Mengingat respons imun baru timbul setelah beberapa minggu, imunisasi aktif biasanya diberikan jauh sebelum pajanan dengan patogen. Pencegahan imunisasi merupakan kemajuan besar dalam usaha imunoprofilaksis. Cacar yang merupakan penyakit yang sangat ditakuti, berkat imunisasi masal, sekarang telah lenyap dari muka dunia ini. Demikan pula dengan polio yang dewasa ini sudah banyak dillenyapkan di banyak negara. Pierce dan Schaffner melaporkan, kurangnya perhatian imunisasi pada usia dewasa disebabkan adanya keraguan masyarakat maupun petugas pelaksana pelayanan kesehatan terhadap keamanan vaksinasi, ganti rugi yang tidak memadai dan belum berkembangnya sistem imunisasi dewasa.

Sistem Imun dan Imunisasi

Pertahanan tubuh terhadap infeksi terdiri dari sistem imun alamiah atau nonspesifik yang sudah ada dalam tubuh dan sistem imun didapat atau spesifik. Sistem imun nonspesifik langsung bekerja bila ada ancaman benda asing/kuman dari luar tanpa perlu pengenalan terlebih dahulu, sedangkan sistem imun spesifik baru bekerja setelah tubuh terpajan dengan mikroorgansime kedua kali atau lebih. Sistem imun nonspesifik  terdiri dari faktor fisis seperti kulit, selaput lendir, silia, batuk dan bersin, faktor larut yang terdiri dari faktor biokimia seperti lisozim (keringat), sekresi sebaseus, asam lambung, laktoferin dan asam neuraminik, faktor humoral seperti komplemen, interferon dan CRP (C-reactive protein), sedangkan faktor selular seperti sel fagosit (mono-dan polimorfonukliar), sel NK (Natural Killer), sel mast dan sel basofil. Sistem imun spesifik terdiri dari faktor humoral seperti berbagai antibodi yang diproduksi sel B dan faktor selular sel T yang terdiri dari beberapa subset seperti sel Th (sel T penolong : sel Th1, sel Th2), sel Tc (sel T pembunuh). Refleks batuk yang terganggu alkohol dan narkotika, kerusakan mekanisme bersihan saluran napas karena rokok atau polusi udara merupakan masalah sehari-hari yang banyak dijumpai dan harus dihadapi sistem imun. Gagal ginjal atau hati, penggunaan obat steroid dan kencing manis (diabetes melitus) dapat menurunkan mekanisme bersihan darah dan risiko infeksi lebih berat. Pada infeksi HIV, mieloma multipel, limfoma terjadi produksi antibodi yang sangat terganggu.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Program Imunisasi dan Peredaran Vaksin

Pemberian vaksin merupakan upaya preventif untuk mencegah beberapa penyakit infeksi berat yang dapat menimbulkan kematian atau kecacatan, mencegah penyebaran penyakit, sehingga suatu saat penyakit tersebut terbasmi.

Imunisasi merupakan program yang dijalankan hampir seluruh negara di dunia yang pola dan jadwal imunisasinya disesuaikan dengan pola epidemiologis dan kemampuan pembiayaan program masing-masing negara.

Sebelum vaksin digunakan pada manusia, tahapan ilmiah harus dilalui untuk menjamin keamanan dan efikasinya (dimulai dari uji pada binatang, manusia, kelompok tertentu, ‘multi countries’). Vaksin yang beredar di Indonesia sudah tentu setelah mendapat pengkajian ilmiah ulang yang mendalam, mencakup uji keamanan dan manfaat dari Pemerintah, dalam hal ini Badan POM dan Departemen Kesehatan, dan bila diperlukan, meminta masukan organisasi profesi terkait, misalnya IDAI untuk vaksin yang akan diberikan kepada anak, atau organisasi profesi lainnya sesuai indikasi (misalnya PAPDI, POGI).

Keputusan akhir tentang dapat atau tidaknya satu vaksin beredar berada pada pemerintah (Badan POM) dan bukan pada organisasi profesi termasuk IDAI. Keberadaan dan peredaran vaksin di Indonesia berdasarkan ijin Badan POM. Oleh karena itu, tidak mungkin vaksin dapat beredar tanpa ijin BPOM.

Vaksin setelah berada di pasaran masih dipantau kelompok independent (Komnas dan Komda KIPI, diketuai dokter spesialis anak di setiap propinsi) yang bertanggung jawab kepada Menteri Kesehatan.

Ikatan Dokter Anak Indonesia memasukkan suatu vaksin ke dalam Rekomendasi Jadwal Imunisasi IDAI apabila vaksin tersebut sudah mendapat ijin edar pemerintah dan dilakukan kajian ilmiah oleh Satuan Tugas (Satgas) Imunisasi IDAI.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Vaksin


Vaksin (dari kata vaccinia, penyebab infeksi cacar sapi yang ketika diberikan kepada manusia, akan menimbulkan pengaruh kekebalan terhadap cacar), adalah bahan antigenik yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan aktif terhadap suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau mengurangi pengaruh infeksi organisme alami atau "liar."

Vaksin dapat berupa galur virus atau bakteri yang telah dilemahkan sehingga tidak menimbulkan penyakit. Vaksin dapat juga berupa organisme mati atau hasil-hasil pemurniannya (protein, peptida, partikel serupa virus, dsb.). Vaksin mempersiapkan sistem kekebalan manusia atau hewan untuk bertahan terhadap serangan patogen tertentu, terutama bakteri, virus, atau toksin. Vaksin juga membantu sistem kekebalan melawan sel-sel degeneratif maupun kanker.

Menumbuhkan kekebalan

Sistem kekebalan mengenali partikel vaksin sebagai agen asing, menghancurkan dan "mengingat"nya. Ketika di kemudian hari agen virulen menginfeksi tubuh, sistem kekebalan telah siap:
  • Menetralkan bahannya sebelum bisa memasuki sel; dan
  • Mengenali dan menghancurkan sel yang telah terinfeksi sebelum agen ini dapat berbiak.
Kuman yang dilemahkan digunakan untuk melawan tuberkulosis, rabies, dan cacar; kuman yang telah mati digunakan untuk mengatasi kolera dan tifus; toksoid digunakan untuk melawan difteri dan tetanus.

Meskipun vaksin sejauh ini tidak virulen sebagaimana agen "sebenarnya," terkadang bisa menimbulkan efek samping, dan harus diperkuat dengan vaksinasi ulang tiap beberapa tahun. Suatu cara mengatasi hal ini adalah dengan vaksinasi DNA. DNA yang menyandi suatu bagian virus atau bakteri yang dapat dikenali sistem kekebalan dimasukkan dan diekspresikan dalam sel manusia/hewan. Sel-sel ini selanjutnya menghasilkan toksoid agen penginfeksi, tanpa pengaruh berbahaya lainnya. Pada tahun 2003, vaksinasi DNA masih dalam percobaan, namun menunjukkan hasil menjanjikan.

Pemberantasan penyakit

Berbagai penyakit seperti polio telah dapat dikendalikan di negara-negara maju melalui penggunaan vaksin secara massal (malah, cacar telah berhasil dimusnahkan, sedangkan rubella dilaporkan telah musnah dari AS).

Sepanjang mayoritas masyarakat telah diimunisasi, penyakit infeksi akan sulit mewabah. Pengaruh ini disebut herd immunity. Beberapa kalangan, terutama yang melakukan praktik pengobatan alternatif, menolak mengimunisasi dirinya atau keluarganya, berdasarkan keyakinan bahwa efek samping vaksin merugikan mereka. Para pendukung vaksinasi rutin mengatakan bahwa efek samping vaksin sangat jarang, jika ada pun, jauh lebih kecil dibandingkan dengan akibat infeksi penyakit, dan beranggapan bahwa hitungan untung/rugi haruslah berdasarkan keuntungan terhadap kemanusiaan secara keseluruhan, bukan hanya keuntungan pribadi yang diimunisasi. Resiko utama rubella, misalnya, adalah terhadap janin wanita hamil, tapi resiko ini dapat secara efektif dikurangi dengan imunisasi anak-anak agar tidak menular kepada wanita hamil.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS