Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Bahan pangan atau makanan disebut busuk atau rusak jika sifat-sifatnya
telah berubah sehingga tidak dapat diterima lagi sebagai makanan. Kerusakan
pangan dapat disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu pertumbuhan dan aktivitas
mikroorganisme, kerusakan karena serangga atau hewan pengerat, aktivitas enzim
pada tanaman atau hewan, reaksi kimia nomenzimatik, kerusakan fisik misalnya
karena pembekuan, hangus, pengeringan, tekanan, dan lain-lain.
Kerusakan atau kebusukan pangan juga merupakan mutu yang subyektif,
yaitu seseorang mungkin menyatakan suatu pangan sudah busuk atau rusak,
sedangkan orang lainnya menyatakan pangan tersebut belum rusak/busuk. Orang
yang sudah biasa mengkonsumsi makanan yang agak basi mungkin tidak merasa
bahwa makanan tersebut dari segi kesehatan mungkin sudah tidak layak untuk
dikonsumsi.
Gejala keracunan sering terjadi karena seseorang mengkonsumsi makanan
yang mengandung bahan-bahan berbahaya, termasuk mikroorganisme, yang tidak
dapat dideteksi langsung dengan indera manusia. Bahan-bahan kimia berbahaya
yang terdapat pada makanan sukar diketahui secara langsung oleh orang yang akan
mengkonsumsi makanan tersebut, sehingga seringkali mengakibatkan keracunan.
Mikroorganisme berbahaya yang terdapat di dalam makanan kadang-kadang dapat
dideteksi keberadaannya di dalam makanan jika pertumbuhan mikroorganisme
tertentu menyebabkan perubahan-perubahan pada makanan, misalnya menimbulkan
bau asam, bau busuk, dan lain-lain. Akan tetapi tidak semua mikroorganisme
menimbulkan perubahan yang mudah dideteksi secara langsung oleh indera kita,
sehingga kadang-kadang juga dapat menimbulkan gelala sakit pada manusia jika
tertelan dalam jumlah sangat kecil di dalam makanan. Jumlah yang sangat kecil ini
tidak mengakibatkan perubahan pada sifat-sifat makanan.
2.2. Tanda-tanda Kerusakan Pangan
Berbagai tanda-tanda kerusakan pangan dapat dilihat tergantung dari jenis
pangannya, beberapa diantaranya misalnya:
• Perubahan kekenyalan pada produk-produk daging dan ikan,
disebabkan pemecahan struktur daging oleh berbagai bakteri.
• Pelunakan tekstur pada sayur-sayuran, terutama disebabkan oleh
Erwina carotovora, Pseudomonas marginalis, dan Sclerotinia
sclerotiorum.
• Perubahan kekentalan pada susu, santan, dan lain-lain, disebabkan
oleh penggumpalan protein dan pemisahan serum (skim).
• Pembentukan lendir pada produk-produk daging,ikan, dan sayuran,
yang antara lain disebabkan oleh pertumbuhan berbagai mikroba
seperti kamir, bakteri asam laktat (terutama oleh Lactobacillus,
misalnya L. Viredences yng membentuk lendir berwarna hijau),
Enterococcus, dan Bacillus thermosphacta. Pada sayuran pembentukan
lendir sering disebabkan oleh P. marjinalis dan Rhizoctonia sp.Pembentukan asam, umumnya disebabkan oleh berbagai bakteri
seperti Lactobacillus, Acinebacter, Bacillus, Pseudomonas, proteus,
Microrocci, Clostidium, dan enterokoki.
• Pembentukan warna hijau pada produk-produk daging, terutama
disebabkan oleh:
1. Pembentukan hidrogen peroksida (H2O2) oleh L. Viridescens, L.
fructovorans, L.jensenii, Leuconostoc, Enterococcus faecium
dan E.faecalis
2. Pembentukan hidrogen sulfida (H2S) oleh Pseudomonas
mephita, Shewanell putrefaciens, dan Lactobacillus sake.
• Pembentukan warna kuning pada produk-produk daging,
disebabkan oleh Enterococcus cassliflavus dan E. mundtii.
• Pembentukan warna hitam pada sayuran, misalnya oleh
Xanthomonas camprestis, Aspergillus niger, dan Ceratocystis
frimbiata.
• Perubahan warna pada biji-bijian dan serealia karena pertumbuhan
berbagai kapang, misalnya Penicillum sp. (biru-hijau), Aspergillus sp.
(hijau), Rhizopus sp. (hitam), dan lain-lain.
• Perubahan bau, misalnya:
1. timbulnya bau busuk oleh berbagai bakteri karena
terbentuknya amonia, H2S, Indol,dan senyawa-senyawa amin
seperti diamin kadaverin dan putresin.
2. Timbulnya bau anyir pada produk-produk ikan karena
terbentuknya trimetilamin (TMA) dan histamin.
Tanda-tanda kerusakan tersebut diatas dapat menunjukkan perkiraan secara
kasar jumlah mikroba yang terdapat di dalam bahan pangan seperti terlihat pada
gambar 1.
3. Tanda-Tanda Kerusakan pada Daging dan Produk Daging
Kebusukan akan kerusakan daging ditandai oleh terbentuknya senyawasenyawa
berbau busuk seperti amonia, H2S, indol, dan amin, yang merupakan hasil
pemecahan protein oleh mikroorganisme. Daging yang rusak memperlihatkan
perubahan organoleptik, yaitu bau, warna, kekenyalan, penampakan, dan rasa.
Diantara produk-produk metabolisme dari daging yang busuk, kadaverin dan
putresin merupakan dua senyawa diamin yang digunakan sebagai indikator
kebusukan daging.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

HIV / AIDS dan Perempuan

Di seluruh dunia, wanita kini mencapai setengah dari semua orang yang hidup dengan HIV, human immunodeficiency virus (im-myoo-no-duh-ikan-di-lihat), dan AIDS, acquired immunodeficiency syndrome. Di AS, lebih dari 25 persen dari baru infeksi pada perempuan. Wanita warna terutama dipengaruhi oleh penyakit. HIV / AIDS adalah penyebab utama kematian bagi wanita Amerika Afrika berusia 25 sampai 34.
Meskipun sebagian besar kasus yang dilaporkan awal ePIDemi adalah laki-laki, itu tidak lama sebelum AIDS pada perempuan diidentifikasi. Perempuan tertular penyakit itu terutama oleh hubungan seks dengan pria biseksual atau terInfeksi obat-menggunakan pria atau melalui berbagi jarum suntik terkontaminasi dengan pengguna narkoba suntikan terinfeksi (IDU). Proporsi kasus AIDS yang semua adalah perempuan dan gadis remaja (usia> 13 tahun) meningkat dari 8% pada tahun 1986 menjadi 26% pada tahun 2001.
Gejala pertama dari infeksi HIV sangat banyak yang sama pada pria dan wanita, meskipun mereka akan lebih terasa pada wanita. Mereka mirip dengan penyakit virus akut lain: demam, nyeri sendi, sakit otot, diare, muntah dan limfadenopati. Berat badan, sakit tenggorokan, ruam dan ulkus oral juga umum.
Wanita juga mengalami masalah terkait HIV ginekologi, banyak yang terjadi pada wanita yang tidak terinfeksi, tetapi dengan frekuensi yang kurang atau keparahan. Infeksi jamur vagina, umum dan mudah diobati pada sebagian besar wanita, seringkali sangat gigih dan sulit untuk mengobati pada perempuan terInfeksi HIV. Infeksi vagina lainnya dapat terjadi lebih sering dan lebih parah di ibu terinfeksi HIV, termasuk vaginosis bakteri dan IMS umum seperti gonore, klamidia, dan trikomoniasis.
Parah borok herpes simplex virus, yang kadang-kadang tidak responsif terhadap terapi dengan obat standar asiklovir, sangat bisa kompromi kualitas hidup wanita. Idiopatik ulkus genital, dengan tidak ada bukti infeksi organisme atau sel kanker di lesi, adalah manifestasi unik dari infeksi HIV. Infeksi HPV, yang menyebabkan kutil kelamin dan dapat menyebabkan kanker serviks, terjadi lebih sering pada perempuan terinfeksi HIV. Kondisi prakanker yang terkait dengan HPV, yang disebut displasia serviks, juga lebih umum dan lebih parah pada perempuan terinfeksi HIV dan lebih cenderung untuk kambuh setelah pengobatan. PID tampaknya lebih umum dan lebih agresif dalam perempuan terinfeksi HIV dibandingkan pada wanita yang tidak terinfeksi. Ketidakteraturan menstruasi sering dilaporkan oleh perempuan terinfeksi HIV juga.
Wanita yang infeksi HIV terdeteksi dini dan menerima pengobatan yang tepat bertahan selama pria yang terinfeksi HIV. Meskipun beberapa studi telah menunjukkan perempuan terinfeksi HIV memiliki waktu kelangsungan hidup lebih pendek dari pria, ini mungkin karena perempuan cenderung kurang dibandingkan laki-laki untuk dapat didiagnosis awal.
Dalam sebuah analisis dari beberapa penelitian yang melibatkan lebih dari 4.500 orang dengan infeksi HIV, perempuan adalah 33 persen lebih mungkin dibandingkan pria untuk mati dalam masa penelitian. Para peneliti tidak bisa definitif mengidentifikasi alasan untuk mortalitas di kalangan perempuan dalam penelitian ini, tetapi mereka berspekulasi bahwa akses miskin atau penggunaan sumber daya perawatan Kesehatan di antara perempuan terinfeksi HIV dibandingkan dengan laki-laki, kekerasan rumah tangga, tunawisma, dan kurangnya dukungan sosial mungkin telah faktor penting.
Untuk informasi yang berkaitan dengan HIV AIDS pada perempuan meminta dokter di Simplyanswer dan mengambil jasa konsultasi medis dengan dalam 24 jam.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Bakteri Vaginosis

Bakteri Vaginosis
Ibu-ibu yang sedang hamil, berhati-hatilah menjaga kebersihan organ kewanitaan Anda. Para peneliti Inggris menengarai ada satu jenis bakteri di sekitar vagina yang berbahaya bagi kesehatan kandungan. Bakteri itu menyebabkan radang vagina yang dapat mengakibatkan wanita hamil mengalami keguguran kandungan.
Riset itu dilakukan oleh Dr. Susan G. Ralph dan koleganya dari General Infirmary, Leeds, Inggris, terhadap 771 wanita. Menurut riset tersebut, risiko keguguran pada tiga bulan pertama masa kehamilan terjadi dua kali lebih besar pada wanita hamil yang terinfeksi bakteri itu, dibandingkan dengan wanita yang sehat. Hampir sepertiga (31,6 persen) dari 190 penderita bacterial vaginosis mengalami keguguran pada triwulan pertama, dibandingkan dengan 18,5 persen wanita sehat. Mayoritas keguguran terjadi pada enam pekan pertama masa kehamilan.
Ralph mengungkapkan bahwa bacterial vaginosis sejatinya tidak selalu diidap setiap wanita. Bacterial vaginosis ini baru muncul bila bakteri jinak penghuni vagina—karena alasan tertentu yang belum diketahui—digantikan oleh spesies yang dapat menyebabkan radang, gatal-gatal, dan panas di daerah yang terinfeksi. Karena itu, ia menyarankan agar ibu-ibu hamil menjaga kebersihan organ kewanitaannya, guna mencegah kehadiran bakteri pengganggu. Upayakan agar daerah di sekitar vagina dalam kondisi selalu kering. Ia tidak menyarankan pemakaian antiseptik secara berlebihan. Antiseptik hanya boleh dipakai seandainya terjadi infeksi di bibir vagina.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Peran Mikrobiologi Diagnostik


Dr T. V. RAO M.D
Kehamilan adalah suatu keadaan yang dinamis Kesehatan dan penyakit, dibagi oleh wanita hamil dan janin berkembang, perhatian ke dokter yang merawat untuk diagnosis tepat waktu dan intervensi yang diperlukan. Infeksi dengan virus, bakteri, parasit dan Jamur memang terjadi dalam setiap wanita hamil seperti wanita hamil lainnya non usia yang sama. Kebanyakan infeksi tidak serius. Tetapi beberapa infeksi lebih penting pada wanita hamil dibandingkan pada wanita hamil tidak karena potensi untuk transmisi vertikal ke janin atau bayi. Ada tumbuh kesadaran tentang HIV, HBV, CMV, Rubella dan Toksoplasmosis, pada kesempatan langka Varicella dan Listeriosis dapat merugikan janin yang sedang tumbuh. Dengan kemajuan dalam perawatan medis dan teknologi laboratorium kita lebih peduli dengan penularan HIV, dan HBV karena kami masih dapat mengganggu dengan perawatan yang tepat. Sekarang yang pasti, setiap wanita hamil membutuhkan skrining sukses untuk Rubella IgG, antigen permukaan HBV, dan antibodi HIV terpisah dari protokol yang ada untuk skrining untuk Sifilis pada semua wanita hamil dengan VDRL / RPR pengujian.
MENGAPA BAIK Mikrobiologi Klinik LAYANAN PENTING
Tidak ada tes laboratorium untuk mendiagnosa penyakit tertentu harus dilakukan atas dasar pengujian kasual tanpa mengetahui implikasi dari nilai positif dari tes. Perempuan lebih bersedia untuk menerima tes rutin ditawarkan sebagai dalam skrining untuk sifilis dengan. Situasi untuk layar untuk antibodi terhadap HIV berubah menjadi sama sekali berbeda dan membutuhkan informed consent, karena setiap wanita memiliki hak untuk menolak penyelidikan medis atau perawatan.
MEMAHAMI LAPORAN mikrobiologi dengan IMPLIKASI PADA KESEHATAN JANIN
Ada kesenjangan terbatas pemahaman antara laporan laboratorium dan dokter yang merawat, yang harus selalu dibawa turun untuk meningkatkan kualitas layanan kami.
1. Semua permintaan untuk setiap pengujian serologis atau molekul tertentu harus didasarkan pada gejala klinis (tidak Mei diperlukan sebagai HIV, HBV, CMV dan Sifilis yang bebas dari gejala dalam tahap awal.)
2. Menulis riwayat klinis yang baik pasti akan memandu mikrobiologi uji klinis untuk menggunakan protokol tepat di methods.eg laboratorium. Toksoplasmosis, CMV, Rubella untuk menentukan infeksi aktif.
INTERPRETASI HASIL RUBELA, CMV, toksoplasmosis, Varicella Infeksi.
1. Dokter harus meminta untuk IgG dalam semua kasus selain dari IgM yang hanya positif dalam infeksi baru.
2. Bukti serologis infeksi Terbaik terbaru adalah IgG serokonversi (perubahan dari tes negatif untuk menguji positif) untuk memahami semua tes serologi yang berubah menjadi negatif pada pengujian pertama, tidak mengecualikan infeksi baru. Pengujian harus diulang upto tiga minggu setelah kontak yang dicurigai, yang dapat diperpanjang sampai 6 bulan dalam kasus diagnosis Infeksi HIV munculnya antibodi.
3. Bila IgM spesifik IgG positif tanpa hasil positif yang harus interpretated dengan hati-hati. Jika Ig G serokonversi tidak terjadi hasil IgM mungkin positif palsu
4. Pertanyaan datang bagaimana terakhir adalah infeksi: dapat diperjelas dengan generasi yang lebih baru dari pengujian serologis di laboratorium terakreditasi. Para dokter harus meminta untuk tes aviditas IgG yang akan membantu mengkonfirmasi atau menyingkirkan infeksi baru. (Misalnya, Toksoplasmosis, Rubella dan CMV) Sebagai aviditas tinggi menunjukkan infeksi yang terjadi beberapa bulan sebelumnya. Interpretasi tergantung pada protokol laboratorium dan harus didiskusikan dengan ahli mikrobiologi klinis.
HIV PENYARINGAN ATAU PENGUJIAN
Masalah skrining semua wanita hamil untuk Antibodi HIV adalah masalah yang kompleks. Ini harus didiskusikan dan masalah masih dapat diselesaikan jika ditawarkan sebagai pengujian dengan motif menawarkan terapi antiretroviral bagi ibu dan baru lahir jika terinfeksi.
SKRINING untuk sifilis (VDRL DENGAN / RPR)
Sebuah uji rutin dilakukan setiap wanita hamil terlepas dari persetujuan dikaitkan dengan positif palsu biologis. Setiap tes positif harus dikonfirmasikan dengan pengujian TPHA, tes khusus untuk mendeteksi infeksi aktif. Pengujian dengan FTAbs IgG tetap merupakan pilihan terbaik sebelum diagnosis sifilis adalah dikesampingkan.
BAKTERI INFEKSI DALAM WANITA HAMIL
Banyak INFEKSI BAKTERI memiliki efek utama pada kesehatan perempuan s dengan implikasi pada baru lahir.
INFEKSI SALURAN KEMIH
Infeksi saluran kemih tetap infeksi paling umum pada setiap tahap kehamilan. Banyak hadir dengan infeksi asimtomatik, bactenuria asimtomatik yang hanya dapat diidentifikasi pada kultur urin. Ini sangat ideal untuk memesan kultur pada awal kehamilan harus diikuti upto trimester terakhir kehamilan. Bagian yang paling diabaikan dari kultur urin tetap dengan koleksi spesimen yang tepat dan sering kiri untuk seorang staf perawat berpengalaman. Para dokter yang merawat harus menginstruksikan staf bagaimana mengumpulkan aliran pertengahan dan sampel menangkap bersih. Ahli mikrobiologi yang kurang berpengalaman memberikan laporan membingungkan tetapi tidak boleh lupa untuk menentukan validitas laporan. Sebuah memotong titik? 100.000 bakteri / ml adalah kriteria minimal pada wanita hamil yang sehat dengan isolasi dari spesies tunggal misalnya E.coli, Klebsiella spesies akan memperkuat diagnosis INFEKSI SALURAN KEMIH. Hilang bakteriuria asimtomatik dapat menyebabkan persalinan prematur dan pylonephritis pada wanita hamil.
KELOMPOK-B streptokokus Infeksi
Ada kesadaran yang tumbuh di infeksi dengan Grup B Streptococcus. CDC kultur saran untuk Streptococcus grup B pada 35-37 minggu kehamilan adalah penting yang dapat membantu mencegah infeksi neonatal awal persalinan prematur khususnya. Koleksi spesimen yang tepat dari leher rahim tetap persyaratan minimal.
Gonokokus dan klamidia Infeksi
Mereka perlu teknik tertentu atau khusus untuk diagnosis yang tepat tetapi hanya memerintahkan dalam kelompok risiko tinggi perempuan karena mereka dapat menyebabkan penyakit radang panggul. Dokter harus mendiskusikan dengan ahli mikrobiologi klinis sebagai pengujian rutin tidak mungkin di laboratorium yang kurang lengkap dan tidak akan melayani tujuan
INFEKSI BAKTERI DAN vaginosis CANDIDIAL
Ada kejadian yang berkembang vaginalis Gardnernella dan infeksi Candidial. Beberapa laboratorium memiliki fasilitas yang memadai untuk karakterisasi agen etiologi. Permintaan klinis harus menentukan apa yang mereka cari.
Hari ini kita memiliki daftar pernah berkembang mikroba termasuk Varisela, Herpes simpleks, Parvovirus B19, Listeriosis dan banyak orang lain melanggar pada wanita hamil. Sebuah penyelidikan yang tepat dan manajemen dapat mengurangi hasil buruk, intervensi yang tidak perlu dan kecemasan. Kebutuhan jam dalam gradasi dari laboratorium Mikrobiologi kami untuk mengatasinya, dengan perubahan tren pada infeksi karena ada daftar terus meningkat Mikroba merugikan wanita hamil dan perkembangan janin.
PERHATIAN PADA METODE MOLEKULER
Semua metode molekuler untuk diagnosis penyakit menular dipesan dengan hati-hati. Ini sangat ideal untuk mencoba semua metode waktu diuji di laboratorium dan untuk mempertimbangkan penggunaan metode molekuler yang pada banyak kesempatan yang penelitian atau alat akademik dengan baik jumlah reaksi positif palsu.
Meskipun beberapa kemajuan dalam Teknologi Laboratorium di negara-negara berkembang, kita di India harus bergantung pada kebijaksanaan dokter kita, sebagai pasien kita tidak mampu banyak penyelidikan secara acak atau untuk kepentingan Akademik. Namun skrining antenatal yang tidak didasarkan pada kriteria diterima atau rencana aksi didefinisikan dengan baik dapat menyebabkan kecemasan yang tidak perlu dan intervensi berpotensi berbahaya. Masih kita tahu sedikit bagaimana Janin yang melindungi dan bertahan sendiri meskipun beberapa tantangan terpisah dari Infeksi.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Desinfektan

Desinfektan didefinisikan sebagai bahan kimia atau pengaruh fisika yang digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi atau pencemaran jasad renik seperti bakteri dan virus, juga untuk membunuh atau menurunkan jumlah mikroorganisme atau kuman penyakit lainnya. Sedangkan antiseptik didefinisikan sebagai bahan kimia yang dapat menghambat atau membunuh pertumbuhan jasad renik seperti bakteri, jamur dan lain-lain pada jaringan hidup. Bahan desinfektan dapat digunakan untuk proses desinfeksi tangan, lantai, ruangan, peralatan dan pakaian.
Pada dasarnya ada persamaan jenis bahan kimia yang digunakan sebagai antiseptik dan desinfektan. Tetapi tidak semua bahan desinfektan adalah bahan antiseptik karena adanya batasan dalam penggunaan antiseptik. Antiseptik tersebut harus memiliki sifat tidak merusak jaringan tubuh atau tidak bersifat keras. Terkadang penambahan bahan desinfektan juga dijadikan sebagai salah satu cara dalam proses sterilisasi, yaitu proses pembebasan kuman. Tetapi pada kenyataannya tidak semua bahan desinfektan dapat berfungsi sebagai bahan dalam proses sterilisasi.
Bahan kimia tertentu merupakan zat aktif dalam proses desinfeksi dan sangat menentukan efektivitas dan fungsi serta target mikroorganime yang akan dimatikan. Dalam proses desinfeksi sebenarnya dikenal dua cara, cara fisik (pemanasan) dan cara kimia (penambahan bahan kimia). Dalam tulisan ini hanya difokuskan kepada cara kimia, khususnya jenis-jenis bahan kimia yang digunakan serta aplikasinya.
Banyak bahan kimia yang dapat berfungsi sebagai desinfektan, tetapi umumnya dikelompokkan ke dalam golongan aldehid atau golongan pereduksi, yaitu bahan kimia yang mengandung gugus -COH; golongan alkohol, yaitu senyawa kimia yang mengandung gugus -OH; golongan halogen atau senyawa terhalogenasi, yaitu senyawa kimia golongan halogen atau yang mengandung gugus -X; golongan fenol dan fenol terhalogenasi, golongan garam amonium kuarterner, golongan pengoksidasi, dan golongan biguanida.
Telah dilakukan perbandingan koefisien fenol turunan aldehid (formalin dan glutaraldehid) dan halogen (iodium dan hipoklorit) terhadap mikroorganisme Staphylococcus aureus dan Salmonella typhi yang resisten terhadap ampisilin dengan tujuan untuk mengetahui keefektifan dari disinfektan turunan aldehid dan halogen yang dibandingkan dengan fenol dengan metode uji koefisien fenol . Fenol digunakan sebagai kontrol positif, aquadest sebagai kontrol negatif dan larutan aldehid dan halogen dalam pengenceran 1 : 100 sampai 1 : 500 dicampur dengan suspensi bakteri Staphylococcus aureus dan Salmonella typhi resisten ampisilin yang telah diinokulum, keburaman pada tabung pengenceran menandakan bakteri masih dapat tumbuh. Nilai koefisien fenol dihitung dengan cara membandingkan aktivitas suatu larutan fenol dengan pengenceran tertentu yang sedang diuji. Hasil dari uji koefisien fenol menunjukan bahwa disinfektan turunan aldehid dan halogen lebih efektif membunuh bakteri Staphylococcus aureus dengan nilai koefisien fenol 3,57 ; 5,71 ; 2,14 ; 2,14 berturut-turut untuk formalin, glutaraldehid, iodium dan hipoklorit, begitu juga dengan bakteri Salmonella typhi, disinfektan aldehid dan halogen masih lebih efektif dengan nilai koefisien fenol 1,81 ; 2,72 ; 2,27 dan 2,27 berturut-turut untuk formalin, glutaraldehid, iodium dan hipoklorit.
Disinfeksi dan antiseptik
Desinfeksi adalah membunuh mikroorganisme penyebab penyakit dengan bahan kimia atau secara fisik, hal ini dapat mengurangi kemungkinan terjadi infeksi dengan jalam membunuh mikroorganisme patogen. Disinfektan yang tidak berbahaya bagi permukaan tubuh dapat digunakan dan bahan ini dinamakan antiseptik.
Antiseptik adalah zat yang dapat menghambat atau menghancurkan mikroorganisme pada jaringan hidup, sedang desinfeksi digunakan pada benda mati. Desinfektan dapat pula digunakan sebagai antiseptik atau sebaliknya tergantung dari toksisitasnya.
Sebelum dilakukan desinfeksi, penting untuk membersihkan alat-alat tersebut dari debris organik dan bahan-bahan berminyak karena dapat menghambat proses disinfeksi.
Macam-macam desinfektan yang digunakan:

  1. Alkohol
    Etil alkohol atau propil alkohol pada air digunakan untuk mendesinfeksi kulit. Alkohol yang dicampur dengan aldehid digunakan dalam bidang kedokteran gigi unguk mendesinfeksi permukaan, namun ADA tidak menganjurkkan pemakaian alkohol untuk mendesinfeksi permukaan oleh karena cepat menguap tanpa meninggalkan efek sisa.
  2. Aldehid
    Glutaraldehid merupakan salah satu desinfektan yang populer pada kedokteran gigi, baik tunggal maupun dalam bentuk kombinasi. Aldehid merupakan desinfektan yang kuat. Glutaraldehid 2% dapat dipakai untuk mendesinfeksi alat-alat yang tidak dapat disterilkan, diulas dengan kasa steril kemudian diulas kembali dengan kasa steril yang dibasahi dengan akuades, karena glutaraldehid yang tersisa pada instrumen dapat mengiritasi kulit/mukosa, operator harus memakai masker, kacamata pelindung dan sarung tangan heavy duty. Larutan glutaraldehid 2% efektif terhadap bakteri vegetatif seperti M. tuberculosis, fungi, dan virus akan mati dalam waktu 10-20 menit, sedang spora baru alan mati setelah 10 jam.
  3. Biguanid
    Klorheksidin merupakan contoh dari biguanid yang digunakan secara luas dalam bidang kedokteran gigi sebagai antiseptik dan kontrok plak, misalnya 0,4% larutan pada detergen digunakan pada surgical scrub (Hibiscrub), 0,2% klorheksidin glukonat pada larutan air digunakan sebagai bahan antiplak (Corsodyl) dan pada konsentrasi lebih tinggi 2% digunakan sebagai desinfeksi geligi tiruan. Zat ini sangat aktif terhadap bakteri Gram(+) maupun Gram(-). Efektivitasnya pada rongga mulut terutama disebabkan oleh absorpsinya pada hidroksiapatit dan salivary mucus.
  4. Senyawa halogen. Hipoklorit dan povidon-iodin adalah zat oksidasi dan melepaskan ion halide. Walaupun murah dan efektif, zat ini dapat menyebabkan karat pada logam dan cepat diinaktifkan oleh bahan organik (misalnya Chloros, Domestos, dan Betadine).
  5. Fenol
    Larutan jernih, tidak mengiritasi kulit dan dapat digunakan untuk membersihkan alat yang terkontaminasi oleh karena tidak dapat dirusak oleh zat organik. Zat ini bersifat virusidal dan sporosidal yang lemah. Namun karena sebagian besar bakteri dapat dibunuh oleh zat ini, banyak digunakan di rumah sakit dan laboratorium.
  6. Klorsilenol
    Klorsilenol merupakan larutan yang tidak mengiritasi dan banyak digunakan sebagai antiseptik, aktifitasnya rendah terhadap banyak bakteri dan penggunaannya terbatas sebagai desinfektan (misalnya Dettol).
Desinfeksi permukaan
Disinfektan dapat membunuh mikroorganisme patogen pada benda mati. Disinfektan dibedakan menurut kemampuannya membunuh beberapa kelompok mikroorganisme, disinfektan “tingkat tinggi” dapat membunuh virus seperti virus influenza dan herpes, tetapi tidak dapat membunuh virus polio, hepatitis B atau M. tuberculosis.
Untuk mendesinfeksi permukaan dapat dipakai salah satu dari tiga desinfektan seperti iodophor, derivate fenol atau sodium hipokrit :
  • Iodophor dilarutkan menurut petunjuk pabrik. Zat ini harus dilarutkan baru setiap hari dengan akuades. Dalam bentuk larutan, desinfektan ini tetap efektif namun kurang efektif bagi kain atau bahan plastik.
  • Derivat fenol (O-fenil fenol 9% dan O-bensil-P klorofenol 1%) dilarutkan dengan perbandingan 1 : 32 dan larutan tersebut tetap stabil untuk waktu 60 hari. Keuntungannya adalah “efek tinggal” dan kurang menyebabkan perubahan warna pada instrumen atau permukaan keras.
  • Sodium hipoklorit (bahan pemutih pakaian) yang dilarutkan dengan perbandingan 1 : 10 hingga 1 : 100, harganya murah dan sangat efektif. Harus hati-hati untuk beberapa jenis logam karena bersifat korosif, terutama untuk aluminium. Kekurangannya yaitu menyebabkan pemutihan pada pakaian dan menyebabkan baru ruangan seperti kolam renang.
Untuk mendesinfeksi permukaan, umumnya dapat dipakai satu dari tiga desinfektan diatas. Tiap desinfektan tersebut memiliki efektifitas “tingkat menengah” bila permukaan tersebut dibiarkan basah untuk waktu 10 menit.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Mengapa Obat Antibiotik Harus Dihabiskan Walau Sakit Sudah "Pergi"?

Persoalan kerap muncul saat memberikan obat-obatan itu pada anak. Seringkali, kita dibuat menyerah dan tak melanjutkannya karena penolakan gigih sang anak. Padahal hal ini sungguh tak menguntungkan bagi kesehatan. Mengapa?

Dokter Robert W Steele MD, pakar kesehatan anak di St John's Regional Health Center di Springfield menyatakan, kebanyakan bakteri penyakit sederhana (radang tenggorokan, infeksi telinga, dll) menanggapi relatif cepat terhadap antibiotik. "Jadi, ketika Anda atau anak Anda mulai merasa baik setelah mengonsumsi antibiotik untuk beberapa hari, sangat sulit untuk mengingatkan diri Anda untuk menyelesaikan obat yang mungkin masih harus dikonsumsi beberapa hari kemudian," ujarnya.

Namun ia mengingatkan tiga point jika obat itu tak diselesaikan sampai habis.

Pertama, semua bakteri yang menyebabkan infeksi mungkin tidak terbunuh. Akibatnya kemudian, infeksi bisa datang kembali di tempat yang sama atau bahkan muncul di tempat lain.

Kedua, akan terjadi resistensi bakteri itu atas antibiotik. Anda harus tahu, cara terbaik untuk menyebabkan bakteri menjadi resisten terhadap antibiotik adalah dengan "memperlakukan mereka secara salah". Bakteri berkembang biak sangat cepat. Ketika mereka berkembang biak, kesalahan acak terjadi di DNA mereka yang dapat membuat mereka resisten terhadap antibiotik. Cara terbaik untuk menjaga hal ini tak terjadi pada anak Anda ketika dia mengalami infeksi adalah untuk memberikan semua dosis tepat waktu. "Hal ini akan membunuh bakteri dengan cepat dan efisien. Ketika bakteri undertreated, beberapa dari mereka mungkin memiliki cukup waktu untuk memiliki kesalahan-kesalahan ini terjadi di DNA mereka," ujarnya.

Ketiga, membuat bakteri makin tangguh. Beberapa bakteri dapat membuat sistem kekebalan tubuh melakukan hal-hal yang tidak seharusnya. Sebuah contoh klasik dari hal ini adalah ketika radang tenggorokan menyebabkan demam rematik. Penyebab penyakit ini tidak sepenuhnya dipahami, namun diperkirakan bahwa ada bagian dari tubuh yang memiliki komponen yang secara kimiawi mirip dengan kuman yang menyebabkan radang tenggorokan, Grup A Streptococcus bakteri. Jadi, ketika sistem kekebalan mulai melawan bakteri ini, itu membingungkan tubuh (khususnya bagian-bagian tertentu dari otak, sendi, ginjal, dan jantung) dengan bakteri yang menyebabkan kerusakan pada bagian-bagian tubuh. Butuh beberapa saat untuk proses ini terjadi, sehingga adalah umum untuk gejala demam rematik akut muncul pada hari-hari setelah infeksi tenggorokan. Namun, hampir tidak pernah terjadi ketika radang tenggorokan awal benar-benar diobati dengan antibiotik.

Khusus radang tenggorokan, Steele menceritakan hal yang disebutnya "lucu", yaitu bahwa tubuh akan membunuh semua bakteri itu sendiri tanpa antibiotik. Antibiotik  hanya membunuh mereka lebih cepat yang penting untuk menjaga demam rematik terjadi. Jika semua obat tidak dihabiskan, maka risikonya adalah terkena demam rematik yang lebih tinggi.

Bagaimana mengantisipasi hal ini? Steele memberi beberapa catatan:


* Banyak infeksi dapat diobati dengan salah satu dari beberapa obat. Tanyakan kepada dokter Anda jika ia bisa memberi sesuatu yang hanya dikonsumsi sekali atau dua kali per hari. dosis lebih sedikit membantu untuk tidak terlewatkan waktu minum obat.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

mekanisme antibiotik

Kemampuan suatu terapi antimikrobial sangat bergantung kepada obat, pejamu, dan agen penginfeksi.[1] Namun dalam keadaan klinik hal ini sangat sulit untuk diprediksi mengingat kompleksnya interaksi yang terjadi di antara ketiganya.[2] Namun pemilihan obat yang sesuai dengan dosis yang sepadan sangat berperan dalam menentukan keberhasilan terapi dan menghindari timbulnya resistansi agen penginfeksi.[3]
Antibiotik adalah segolongan senyawa, baik alami maupun sintetik, yang mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri.[4] Literatur lain mendefinisikan antibiotik sebagai substansi yang bahkan di dalam konsentrasi rendah dapat menghambat pertumbuhan dan reproduksi bakteri dan fungi.[5] Berdasarkan sifatnya (daya hancurnya) antibiotik dibagi menjadi dua:
1.   Antibiotik yang bersifat bakterisidal, yaitu antibiotik yang bersifat destruktif terhadap bakteri.
2.   Antibiotik yang bersifat bakteriostatik, yaitu antibiotik yang bekerja menghambat pertumbuhan atau multiplikasi bakteri.
Cara yang ditempuh oleh antibiotik dalam menekan bakteri dapat bermacam-macam, namun dengan tujuan yang sama yaitu untuk menghambat perkembangan bakteri. Oleh karena itu mekanisme kerja antibiotik dalam menghambat proses biokimia di dalam organisme dapat dijadikan dasar untuk mengklasifikasikan antibiotik sebagai berikut:[6]
1.      Antibiotik yang menghambat sintesis dinding sel bakteri. Yang termasuk ke dalam golongan ini adalah Beta-laktam, Penicillin, Polypeptida, Cephalosporin, Ampicillin, Oxasilin.
a)      Beta-laktam menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara berikatan pada enzim DD-transpeptidase yang memperantarai dinding peptidoglikan bakteri, sehingga dengan demikian akan melemahkan dinding sel bakteri Hal ini mengakibatkan sitolisis karena ketidakseimbangan tekanan osmotis, serta pengaktifan hidrolase dan autolysins yang mencerna dinding peptidoglikan yang sudah terbentuk sebelumnya. Namun Beta-laktam (dan Penicillin) hanya efektif terhadap bakteri gram positif, sebab keberadaan membran terluar (outer membran) yang terdapat pada bakteri gram negatif membuatnya tak mampu menembus dinding peptidoglikan.[7]
b)      Penicillin meliputi natural Penicillin, Penicillin G dan Penicillin V, merupakan antibiotik bakterisidal yang menghambat sintesis dinding sel dan digunakan untuk penyakit-penyakit seperti sifilis, listeria, atau alergi bakteri gram positif/Staphilococcus/Streptococcus. Namun karena Penicillin merupakan jenis antibiotik pertama sehingga paling lama digunakan telah membawa dampak resistansi bakteri terhadap antibiotik ini. Namun demikian Penicillin tetap digunakan selain karena harganya yang murah juga produksinya yang mudah.
c)      Polypeptida meliputi Bacitracin, Polymixin B dan Vancomycin. Ketiganya bersifat bakterisidal. Bacitracin dan Vancomycin sama-sama menghambat sintesis dinding sel. Bacitracin digunakan untuk bakteri gram positif, sedangkan Vancomycin digunakan untuk bakteri Staphilococcus dan Streptococcus. Adapun Polymixin B digunakan untuk bakteri gram negatif.
d)     Cephalosporin (masih segolongan dengan Beta-laktam) memiliki mekanisme kerja yang hampir sama yaitu dengan menghambat sintesis peptidoglikan dinding sel bakteri. Normalnya sintesis dinding sel ini diperantarai oleh PBP (Penicillin Binding Protein) yang akan berikatan dengan D-alanin-D-alanin, terutama untuk membentuk jembatan peptidoglikan. Namun keberadaan antibiotik akan membuat PBP berikatan dengannya sehingga sintesis dinding peptidoglikan menjadi terhambat.[8]
e)      Ampicillin memiliki mekanisme yang sama dalam penghancuran dinding peptidoglikan, hanya saja Ampicillin mampu berpenetrasi kepada bakteri gram positif dan gram negatif. Hal ini disebabkan keberadaan gugus amino pada Ampicillin, sehingga membuatnya mampu menembus membran terluar (outer membran) pada bakteri gram negatif.[9]
f)       Penicillin jenis lain, seperti Methicillin dan Oxacillin, merupakan antibiotik bakterisidal yang digunakan untuk menghambat sintesis dinding sel bakteri. Penggunaan Methicillin dan Oxacillin biasanya untuk bakteri gram positif yang telah membentuk kekebalan (resistansi) terhadap antibiotik dari golongan Beta-laktam.
g)      Antibiotik jenis inhibitor sintesis dinding sel lain memiliki spektrum sasaran yang lebih luas, yaitu Carbapenems, Imipenem, Meropenem. Ketiganya bersifat bakterisidal.
2.      Antibiotik yang menghambat transkripsi dan replikasi. Yang termasuk ke dalam golongan ini adalah Quinolone, Rifampicin, Actinomycin D, Nalidixic acid, Lincosamides, Metronidazole.
a)      Quinolone merupakan antibiotik bakterisidal yang menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara masuk melalui porins dan menyerang DNA girase dan topoisomerase sehingga dengan demikian akan menghambat replikasi dan transkripsi DNA.[10] Quinolone lazim digunakan untuk infeksi traktus urinarius.
b)      Rifampicin (Rifampin) merupakan antibiotik bakterisidal yang bekerja dengan cara berikatan dengan β-subunit dari RNA polymerase sehingga menghambat transkripsi RNA dan pada akhirnya sintesis protein.[11] Rifampicin umumnya menyerang bakteri spesies Mycobacterum.
c)      Nalidixic acid merupakan antibiotik bakterisidal yang memiliki mekanisme kerja yang sama dengan Quinolone, namun Nalidixic acid banyak digunakan untuk penyakit demam tipus.
d)     Lincosamides merupakan antibiotik yang berikatan pada subunit 50S  dan banyak digunakan untuk bakteri gram positif, anaeroba Pseudomemranous colitis. Contoh dari golongan Lincosamides adalah Clindamycin.
e)      Metronidazole merupakan antibiotik bakterisidal diaktifkan oleh anaeroba dan berefek menghambat sintesis DNA.
3.      Antibiotik yang menghambat sintesis protein. Yang termasuk ke dalam golongan ini adalah Macrolide, Aminoglycoside, Tetracycline, Chloramphenicol, Kanamycin, Oxytetracycline.
a)      Macrolide, meliputi Erythromycin dan Azithromycin, menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara berikatan pada subunit 50S ribosom, sehingga dengan demikian akan menghambat translokasi peptidil tRNA yang diperlukan untuk sintesis protein. Peristiwa ini bersifat bakteriostatis, namun dalam konsentrasi tinggi hal ini dapat bersifat bakteriosidal. Macrolide biasanya menumpuk pada leukosit dan akan dihantarkan ke tempat terjadinya infeksi.[12] Macrolide biasanya digunakan untuk Diphteria, Legionella mycoplasma, dan Haemophilus.
b)      Aminoglycoside meliputi Streptomycin, Neomycin, dan Gentamycin, merupakan antibiotik bakterisidal yang berikatan dengan subunit 30S/50S sehingga menghambat sintesis protein. Namun antibiotik jenis ini hanya berpengaruh terhadap bakteri gram negatif.
c)      Tetracycline merupakan antibiotik bakteriostatis yang berikatan dengan subunit ribosomal 16S-30S dan mencegah pengikatan aminoasil-tRNA dari situs A pada ribosom, sehingga dengan demikian akan menghambat translasi protein.[13] Namun antibiotik jenis ini memiliki efek samping yaitu menyebabkan gigi menjadi berwarna dan dampaknya terhadap ginjal dan hati.
d)     Chloramphenicol merupakan antibiotik bakteriostatis yang menghambat sintesis protein dan biasanya digunakan pada penyakit akibat kuman Salmonella.
4.      Antibiotik yang menghambat fungsi membran sel. Contohnya antara lain Ionimycin dan Valinomycin. Ionomycin bekerja dengan meningkatkan kadar kalsium intrasel sehingga mengganggu kesetimbangan osmosis dan menyebabkan kebocoran sel.[14]
5.      Antibiotik yang menghambat bersifat antimetabolit. Yang termasuk ke dalam golongan ini adalah Sulfa atau Sulfonamide, Trimetophrim, Azaserine.
a)      Pada bakteri, Sulfonamide bekerja dengan bertindak sebagai inhibitor kompetitif terhadap enzim dihidropteroate sintetase (DHPS).[15] Dengan dihambatnya enzim DHPS ini menyebabkan tidak terbentuknya asam tetrahidrofolat bagi bakteri.[16] Tetrahidrofolat merupakan bentuk aktif asam folat[17], di mana fungsinya adalah untuk berbagai peran biologis di antaranya dalam produksi dan pemeliharaan sel serta sintesis DNA dan protein.[18] Biasanya Sulfonamide digunakan untuk penyakit Neiserria meningitis.
b)      Trimetophrim juga menghambat pembentukan DNA dan protein melalui penghambatan metabolisme, hanya mekanismenya berbeda dari Sulfonamide. Trimetophrim akan menghambat enzim dihidrofolate reduktase yang seyogyanya dibutuhkan untuk mengubah dihidrofolat (DHF) menjadi tetrahidrofolat (THF).
c)      Azaserine (O-diazo-asetyl-I-serine) merupakan antibiotik yang dikenal sebagai purin-antagonis dan analog-glutamin. Azaserin mengganggu jalannya metabolisme bakteri dengan cara berikatan dengan situs yang berhubungan sintesis glutamin, sehingga mengganggu pembentukan glutamin yang merupakan salah satu asam amino dalam protein.[19]
Yang perlu diperhatikan dalam pemberian antibiotik adalah dosis serta jenis antibiotik yang diberikan haruslah tepat. Jika antibiotik diberikan dalam jenis yang kurang efektif atau dosis yang tanggung maka yang terjadi adalah bakteri tidak akan mati melainkan mengalami mutasi atau membentuk kekebalan terhadap antibiotik tersebut.
Daftar Pustaka

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS